WALI NIKAH WANITA JANDA

Februari 20, 2009 at 1:53 am 4 komentar

Wali nikah seorang wanita baik masih gadis atau sudah janda adalah ayah kandungnya. Pernikahan itu tidak akan sah bila tidak dilakukan oleh wali. Demikian pendapat jumhur ulama selain Al-Hanafiyah. Mereka berpendapat bahwa menikah tanpa wali adalah zina.

Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa pun wanita yang menikah tanpa izin dari walinya, maka nikahnya batil.” (HR Arbaah kecuali An-Nasa”i- Abu Uwanah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim menshahihkannya)

Apabila ayah kandung wanita ini sudah wafat, maka ada urutan keluarga berikutnya yang bisa menjadi walinya. Dalam banyak kitab fiqih sering disebutkan urut-urutan orang yang bisa menjadi wali bagi seorang wanita yang akan menikah. Misalnya dalam kitab yang paling sederhana dan dibaca hampir di semua pesantren di Indonesia seperti Al-Ghoyah Wat Taqrib, disebutkan bahwa wali Nikah adalah sbb:

Ayah kandung

1. Kakek, atau ayah dari ayah

2. Saudara (kakak / adik laki-laki) se-ayah dan se-ibu

3. Saudara (kakak / adik laki-laki) se-ayah saja

4. Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah dan se-ibu

5. Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah saja

6. Saudara laki-laki ayah

7. Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah (sepupu)

Mazhab Asy-Syafi`iyyah cenderung mensyaratkan bahwa daftar urutan wali di atas tidak boleh dilangkahi atau diacak-acak. Sehingga bila ayah kandung masih hidup, maka tidak boleh hak kewaliannya itu diambil alih oleh wali pada nomor urut berikutnya. Kecuali bila pihak yang bersangkutan memberi izin dan haknya itu kepada mereka. Penting untuk diketahui bahwa seorang wali berhak mewakilkan hak perwaliannya itu kepada orang lain, meski tidak termasuk dalam daftar para wali. Hal itu biasa sering dilakukan di tengah masyarakat dengan meminta kepada tokoh ulama setempat untuk menjadi wakil dari wali yang syah. Dan untuk itu harus ada akad antara wali dan orang yang mewakilkan. Dalam kondisi dimana seorang ayah kandung tidak bisa hadir dalam sebuah akad nikah, maka dia bisa saja mewakilkan hak perwaliannya itu kepada orang lain yang dipercayainya, meski bukan termasuk urutan dalam daftar orang yang berhak menjadi wali. Sehingga bila akad nikah akan dilangsungkan di luar negeri dan semua pihak sudah ada kecuali wali, karena dia tinggal di Indonesia dan kondisinya tidak memungkinkannya untuk ke luar negeri, maka dia boleh mewakilkan hak perwaliannya kepada orang yang sama-sama tinggal di luar negeri itu untuk menikahkan anak gadisnya. Namun hak perwalian itu tidak boleh dirampas atau diambil begitu saja tanpa izin dari wali yang sesungguhnya. Bila hal itu dilakukan, maka pernikahan itu tidak syah dan harus dipisahkan saat itu juga.

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,

SCC Website

Entry filed under: Pernikahan. Tags: , , .

Hukum Nikah, dan Wali Nikah JUMLAH RAKAAT TERLUPA

4 Komentar Add your own

  • 1. fauzi  |  Februari 20, 2009 pukul 3:27 am

    Tp yg harus dicatat bahwa madzhab hanafi yg membolehkan nikah tanpa memberikan catatan bahwa wali berhak memctalkan penikahan jika ternyata suami wanita itu tdk sekufu’ denganya, baik dalam agama maupun dalam duniawinya. Ini yg hrs dicatat

    Balas
  • 2. Tantie  |  Maret 10, 2011 pukul 2:03 pm

    Ayah mertua saya (> 72 tahun) menikah lagi dengan seorang janda (>50 tahun). Ayah diwakili menantu (39 th) dan janda tersebut diwakili misan. Pada saat menikah penghulu tampak ragu dan bertanya apakah tidak ada wali lain yang berhak? Janda tersebut mengatakan bahwa semuanya sudah meninggal. Pertanyaan saya: apakah pernikahan tersebut sah? perlu diketahui anak-anak ayah mertua saya sebenarnya tidak suka ayahnya menikah lagi mengingat usianya sudah tua dan ada tendensi si janda tidak tulus dan hanya mengejar harta ayahnya. Namun, ayah bersikukuh mau menikah lagi dan mengatur semuanya tanpa sepengetahuan anak, hanya bicara setelah semuanya siap. Bagaimana hukumnya? Terima kasih.

    Balas
    • 3. binggocorp  |  Maret 10, 2011 pukul 8:32 pm

      Assalamualikum Tanti
      Untuk lebih sempurnanya jawaban, bertanya yang ke lebih ahli mungkin akan lebih baik. Namun insyaallah kondisi seperti ini sering terjadi di lingkungan kita. Pertama, yang harus kita garis bawahi adalah masalah jandanya, pengertian saya atas ‘misan’ itu berarti sepupu bukan? kalau demikian dia masuk yang ke4 berarti tidak ada masalah, namun benar sekali harus ada pertanyaan ‘tidak ada wali lain yang lebih berhak?’, kalau boleh saya kutip dari paragraf terakhir, ‘Namun hak perwalian itu tidak boleh dirampas atau diambil begitu saja tanpa izin dari wali yang sesungguhnya. Bila hal itu dilakukan, maka pernikahan itu tidak syah dan harus dipisahkan saat itu juga.’
      Mungkin hal terbaik adalah kita yang mencari tahu benarkah wali (urutan yg menikahkan) semuanya telah meninggal, atau hanya niat agar bisa cepat nikah saja. Karena yang menjadi masalah adalah pada jandanya, bukan ayahnda Tanti. Pernikahan itu akan tidak sah jika ternyata Ayah Janda atau wali yang lebih berhak ternyata masih hidup.

      Yang Kedua, mungkin kita harus memperhatikan sisi Ayahnda. Kita memang harus bisa lebih ikhlas disini, dapatkah Tanti dan Keluarga bisa memenuhi kebutuhan lahir bathin ayahnda? Mungkin apabila itu wanita akan beda ceritanya, bagi seorang Ikhwan seperti ayahnda mungkin sangat membutuhkan kasih sayang. Kita yang sebaiknya harus megerti. Karena tanpa persetujuan anak/saudara ayahpun pernikahan tetap bisa dilaksanakan.
      Mohon maaf bila tidak berkenan
      Wallahualam Bishowab

      Balas
  • 4. Anonim  |  Mei 28, 2012 pukul 1:41 pm

    maaf , ada seorang janda menikah dengan seorang laki-laki yang duda beliau itu sudah saling cinta tapi dri kakak kandungnya si perempuan tidak mengizinkan untuk menikah kemudian si perempuan itu tetap aku harus menikah dengan dia. Itu termasuk zina atau tidak. syukron

    Balas

Tinggalkan komentar

Trackback this post  |  Subscribe to the comments via RSS Feed


Ayat Al-Qur’an

Hadits Pilihan

Barangsiapa memberi makan kepada orang yang berbuka puasa maka dia memperoleh pahalanya, dan pahala bagi yang (menerima makanan) berpuasa tidak dikurangi sedikitpun. (HR. Tirmidzi)

Waktu

Asmaul Husna

Asmaul Husna

RSS Muslim.or.id

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

RSS Al-Ikhwan.com

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

RSS Kisahislam.com

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

RSS Kabarislam.wordpress.com

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

Blog Stats

  • 40.173 hits
IP