Archive for September, 2008

Terorisme: Ritual Setan

Pendahuluan

Sepanjang kehidupannya, setiap orang terlibat dalam peperangan melawan musuh, yang tingkat kekuatan dan pengaruhnya mungkin tidak mampu sepenuhnya mereka pahami. Ciri utama dari musuh ini adalah tidak dapat dilihat (gaib). Dia senantiasa mengajak umat manusia untuk melakukan kejahatan, sedangkan banyak manusia yang telah diperalatnya justru tidak menyadari akan hal itu. Manusia yang selalu berada dalam pertentangan dengan orang lain, yang selalu yakin bahwa kekerasan adalah jawaban, yang “menikmati” dalam melakukan tindakan brutal, pembunuhan, kekacauan dan kekisruhan, pendeknya, manusia yang membahayakan perdamaian dan keamanan dunia, telah mengalami kekalahan atas musuh ini, sadar atau tidak, dan telah jatuh di bawah kendalinya. Musuh yang sangat berbahaya ini adalah setan, yang telah digambarkan kepada kita dari segala segi oleh Allah di dalam Al-Qur`an. Setan adalah kekuatan yang sejak zaman Nabi Adam a.s. telah mengerahkan segala kemampuannya untuk memalingkan manusia dari Allah. Salah satu kesalahan paling umum yang dilakukan manusia adalah ketidakmampuan mereka untuk mengenali setan dengan tepat: makhluk yang menghasut mereka kepada kejahatan dan menjerumuskan mereka ke dalam neraka. Padahal, setan menghadirkan bahaya yang serius bagi manusia dan merupakan musuh yang nyata bagi manusia. Dalam sebuah ayat, Allah berfirman,

“Sesungguhnya, setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Faathir [35]: 6)

Salah satu jebakan paling berbahaya yang telah dipersiapkan oleh setan untuk manusia adalah pertentangan, teror, dan kekacauan. Seperti yang difirmankan oleh Allah swt. dalam ayat lainnya, “Sesungguhnya, setan itu menyebar (benih) perpecahan di antara mereka.” (al-Israa` [17]: 53) Menghancurkan rasa persahabatan, cinta, kasih sayang, saling memaafkan, kedamaian dan kepercayaan di antara manusia, dan menghasut mereka ke arah kekerasaan, adalah tujuan setan. Akan tetapi, satu hal harus ditekankan di sini. Meskipun kelihatannya setan itu makhluk yang bergerak di segala penjuru, dia sebenarnya tetap berada di bawah kendali Allah dan merupakan hamba-Nya. Dia tahu bahwa Allah telah memberinya tangguh hidup hingga hari kiamat dan bahwa dia harus membayar dosa-dosanya ketika saatnya tiba. Janji-janji yang dibuatnya untuk mendorong manusia menjadi temannya dan rencana jahat yang dijalankannya, semuanya adalah bagian dari tipu dayanya. Allah menggambarkan kenyataan tentang setan ini,

“(Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) setan ketika dia berkata kepada manusia, ‘Kafirlah kamu,’ maka tatkala manusia itu telah kafir ia berkata, ‘Sesungguhnya, aku berlepas diri dari kamu karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan semesta alam.'” (al-Hasyr [59]: 16)

Walau begitu, setan tetap mampu memengaruhi orang-orang tertentu (orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan yang tidak tahu atau takut kepada-Nya sebagaimana seharusnya). Tingkat pengaruh ini tergantung pada keadaan. Setan sering berada di balik peristiwa yang menjerumuskan umat manusia ke dalam petaka dan yang menyebabkan derita atas orang-orang yang tak bersalah. Salah satu sumber malapetaka yang disebabkan oleh setan saat ini, tidak bisa dipungkiri, adalah terorisme.

Hadits Nabi Muhammad saw. juga menyebutkan bahwa pada akhir zaman, kekuatan jahat akan muncul, yang ciri utamanya adalah bahwa kekuatan itu akan mengacaukan perdamaian dan ketertiban di kalangan umat manusia. Meskipun demikian, kebanyakan orang tak begitu menghiraukan kekuatan tersebut, yang dikenal sebagai Dajjal (Antichrist). Hal ini karena sebagian besar manusia hanya sedikit mengetahui masalah ini atau malah tidak pernah mendengar hal tersebut sama sekali. Sekalipun demikian, masalah Dajjal ini justru sangat menonjol dalam hadits-hadits Nabi yang menyebutkan semakin dekatnya hari akhir, yang di dalamnya banyak keterangan-keterangan yang diberikan tentang hal itu. Tujuan buku ini adalah menggambarkan sifat-sifat Dajjal, salah satu antek-antek setan yang utama di muka bumi, seperti yang digambarkan dalam hadits, dan mengajak pembaca untuk lebih mengenal kekuatan setan ini, sebagaimana yang telah diperingatkan oleh Rasulullah saw. kepada kita.

Berdasarkan hadits, kita mungkin akan menganggap Dajjal sebagai seorang manusia. Akan tetapi, selain seorang manusia, dia juga mungkin berarti sebuah paham yang cenderung kepada kekerasan dan kebiadaban, memiliki sifat-sifat jahat, dan menyebabkan penderitaan pada umat manusia. Bab-bab berikut dalam buku ini akan membahas sudut pandang tersebut dan menampilkan Dajjal sebagai gerakan ideologi sesat yang mempunyai pengaruh besar di dunia. Gerakan tersebut membelenggu seluruh masyarakat di bawah pengaruhnya, memikat pengikutnya meskipun terlihat penuh keganjilan dan kesalahan, dan bahkan memiliki aliran tersendiri di dalamnya.

Persoalan penting lainnya yang akan dibahas dalam buku ini adalah bagaimana gerakan ini menimbulkan ketakutan dan kegelisahan di masyarakat, menyebabkan meningkatnya kekacauan dan kekisruhan, dan menghancurkan kedamaian dan keamanan, untuk memperkuat cengkeramannya atas seluruh dunia. Salah satu cara yang paling banyak digunakan oleh gerakan ini untuk mencapai tujuan-tujuannya adalah tindak kekerasan dan terorisme yang ditujukan kepada mereka yang tak bersalah. Dengan kata lain, terorisme adalah unsur paling utama dari cara-cara Dajjal. Unsur inilah yang digunakan oleh para pengikut tata nilai Dajjal ini, dalam kobaran amarah dan kegilaan, seolah-olah merupakan suatu ibadah suci.

Peperangan, pertentangan, aksi-aksi terorisme yang brutal, pembantaian dan pembunuhan massal yang masih berlangsung di berbagai belahan dunia saat ini, merupakan hasil kerja Dajjal, kekuatan jahat paling utama yang terus memainkan perannya hingga hari akhir. Tujuan utama dari sistem Dajjal tersebut adalah memalingkan manusia dari kepercayaan agama, kesusilaan, keindahan nurani, cinta dan semua nilai kemanusiaan, dan mengubah mereka menjadi makhluk tanpa belas kasih yang angkara murka, yang menemukan kenikmatan dalam kebiadaban dan kekerasan, lalu mengubah seluruh dunia menjadi sebuah medan pertempuran. Akan tetapi, jangan lupa bahwa rencana itu tidak akan berhasil dan sistem Dajjal tersebut pasti akan menemui kehancuran. Seberapa tingginya perselisihan dan kekacauan yang berhasil diciptakannya, sistem ajaran Dajjal pasti–karena sunnatullah–akan menemui kekalahan dan kehancuran. Dengan kehendak Allah, kekalahan itu akan datang melalui perang pemikiran yang dilancarkan oleh orang-orang yang kembali kepada Allah dengan penuh keikhlasan dan dengan usaha yang keras menebarkan keimanan dan akhlaq yang agung ke seluruh dunia. Itulah janji yang diberikan Allah kepada orang-orang yang beriman. Melalui ayat berikut ini, Allah swt. berfirman bahwa pada akhirnya kebenaran akan datang dan segala kebatilan akan berakhir.

“Dan katakanlah, ‘Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap.’ Sesungguhnya, yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (al-Israa` [17]: 81)

September 26, 2008 at 4:52 am Tinggalkan komentar

Kaum-kaum yang Telah Dibinasakan

Mukaddimah (Introduksi)

Generasi-generasi Masa Lampau

Belumkah datang kepada mereka berita penting tentang orang-orang yang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, ‘Aad, Tsamud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan, dan (penduduk) negeri-negeri yang telah musnah?. Telah datang kepada mereka rasul-rasul dengan membawa keterangan yang nyata; maka Allah tidaklah sekali-kali menganiaya mereka, akan tetapi mereka lah yang menganiaya diri mereka sendiri.(QS. At-Taubah: 70)

Pesan-pesan suci, disampaikan untuk umat manusia oleh Allah melalui utusan-utusan-Nya, telah dikomunikasikan kepada kita sejak penciptaan umat manusia, Beberapa masyarkat/kaum telah menerima pesan/ajaran ini sementara yang lain telah mengingkarinya. Adakalanya, ada sejumlah kecil dari suatu masyarakat yang mau menerima perintah suci tersebut mengikuti seorang pembawa risalah(nabi).

Namun sebagian besar dari masyarakat yang telah didatangi risalah suci tersebut tidak bersedia menerimanya. Mereka tidak hanya mengabaikan pesan suci yang disampaikan oleh sang pembawa pesan, namun juga berusaha untuk melakkan perbuatan keji terhadap para pembawa pesan dan para pengikutnya. Para pembawa pesan suci tersebut biasanya dituduh serta difitnah sebagai “pembohong, sihir, orang yang sakit gila dan penuh dengan kesombongan” dan menjadi pemimpin dari banyak orang yang harus mereka cari-cari untuk dibunuh.

Semua hal yang diinginkan oleh para nabi dari kaumnya adalah kepatuhan mereka kepada Allah. Mereka tidak meminta uang ataupun berbagai keuntungan dunia lainnya sebagai balasan. Dan juga mereka tidak berusaha memaksa kaum mereka. Yang mereka inginkan hayalah mengajak kaum mereka kepada agama yang haq dan bahwa mereka seharusnya memulai sebuah jalan hidup yang berbeda bersama dengan para pengikutnya terpisah dari masyarkat.

Apa yang telah terjadi antara Syu’aib dan kaum Madyan dimana dia diutus, menggambarkan hubungan antara nabi dengan kaumnya sebagaimana yang disebutkan dimuka. Reaksi dari suku Syu’aib terhadap Syu’aib, yang menyerukan kepada mereka untuk beriman kepada Allah dan menghentikan semua tindakan ketidakadian yang telah mereka lakukan, dan bagaimana itu semua berakhir sangatlah menarik :

Dan kepada (penduduk) Madyan (Kami utus) saudara mereka Syu’aib, Ia berkata: “Hai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan selain Dia. Dan jaganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat).”

Dan Syu’aib berkata: “hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu berbuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan.

Sisa (keuntungan) dari Allah adalah lebih baik bagi kamu jika kamu orang-orang yang beriman. Dan aku bukanlah seorang penjaga atas diri kamu.

Mereka berkata: “Hai Syu’aib, apakah sembahyangmu menyuruh kamu agar meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami berbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah seorang yang sangat penyantun lagi berakal.

Syu’aib berkata: “Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku daripada-Nya rezeki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya). Dan aku tidak berkehendak mengerjakan apa yang aku larang kamu daripadanya. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku, melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal dan hanya kepada-Nya lah aku kembali.

Hai kaumku, janganlah hendakya pertentangan antara aku (dengan kamu) menyebabkan kamu menjadi jahat hingga kamu ditimpa azab seperti yang menimpa kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum Shaleh, sedang kaun Luth tidak (pula) jauh (tempatnya) dari kamu.

Dan mohonlah ampun kepada Tuhanmu kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi maha Pengasih.

Mereka berkata: “Hai Syu’aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakana itu dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang benar-benar lemah diantara kami; kalau tidaklah karena keluargamu tentulah kami telah merajam kamu, sedang kamupun bukanlah seorang yang berwibawa disisi kami.

Syu’aib menjawab: “Hai kaumku, apakah keluargaku lebih terhormat menurut pandanganmu daripada Allah, sedangkan Allah kamu jadikan sesuatu yang terbuang dibelakangmu?. Sesungguhnya (pengetahuan) Tuhanku meliputi apa yang kamu kerjakan”.

Dan (dia berkata): “Hai kaumku, berbuatalah menurut kemampuanmu, sesungguhya akupun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakannya dan siapa yang berdusta. Dan tunggulah azab (tuhanku), sesungguhnya akupun menungu bersama kamu.”

Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Syu’aib dan orang-orang yang beriman bersama-sama dengan dia dengan rahmat dari Kami, dan orang-orang yang zalim dibinasakan oleh satu suara yang mengguntur, lalu jadilah mereka mati bergelimpangan di tempat tinggalnya. Seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat itu. Ingatlah kebinasaanlah bagi penduduk Madyan sebagaimana kaum Tsamud yang telah binasa.(QS Huud 84-95).

Dengan memikirkan “batu /prasasti Syu’aib” yang tidak lain kecuali menerukan mereka kepada kebaikan, kaum Mdyan dihukum dengan kutukan dari Allah dan merekapun telah dibinasakan sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat diatas. Masyarakat Madyan bukanlah satu-satunya contoh. Sebaliknya sebagaimana Syu’aib sedang berbicara kepada kaumnya, banyak masyarakat yang telah ada lebih dahulu sebelum masyarakat Madyan yang telah dibinasakan. Setelah Madyan, banyak masyarakat lain yang juga dihancurkan oleh kemurkaan Allah.

Di dalam halaman-halaman berikut, kita akan menyebutkan masyarakat-masyarakat yang telah disebutkan diatas yang telah dibinasakan dan sisa-sisa peninggalan mereka. Di dalam Al Qur’an, masyarakat-masyarakat ini disebutkan secara mendetail dan orang-orang diajak untuk merenungkan dan mengambil pelajaran serta peringatan tentang bagaimana kaum-kaum ini berakhir.

Pada titik ini, Al Qur’an secara khusus menarik perhatian terhadap kenyataan bahwa sebagian besar dari masyarakat yang dihancurkan tersebut memiliki tingkat peradaban yang tinggi. . Di dalam Al Qur’an, sifat-sifat dari kaum-kaum yang dihancurkan ditekankan sebagai berikut:

Dan berapa banyakkah umat-umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka yang mereka itu lebih besar kekuatannya daripada mereka ini, maka mereka (yang telah dibinasakan itu) telah pernah menjajah di beberapa negeri. Adakah (mereka) mendapat tempat lari (dari kebinasaan)?.(QS Qaf 36).

Dalam ayat tersebut, dua sifat dari kaum yang telah dihancurkan secara khusus ditekankan. Yang pertama adalah mereka merasa “lebih besar kekuatannya”. Hal ini berarti bahwa masyarakat-masyarakat yang telah dibinasakan tersebut telah berada dalam suatu tingkat kedisiplinan dan system birokrasi militer yang tangguh dan merenggut kekuatan diwilayah mereka berada memalui dengan cara paksaan kekuatan. Point kedua adalah masyarakt-masyarakat yang telah disebutkan dimuka mendirikan kota-kota besar yang dihiasai dengan karya-karya arsitektur mereka.

Hal ini patut untuk diperhatikan bahwa dari kedua macam sifat-sifat ini termasuk yang dimiliki oleh peradaban yang ada dijaman kita sekarang ini, yang telah membentuk sebuah kebudayaan dunia yang begitu luas melalui ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini dan telah mendirikan negara-negara yang tersentralisir, kota-kota besar, namun mereka masih tetap mengingkari dan mengabaikan Allah, melupakan bahwa semua hal tersebut memungkinkan untuk dibuat kaena Kekuasan Allah saja. Namun, sebagaimana dikatakan di dalam ayat, peradaban mereka yang telah berkembang tidak bisa menyelamatkan masyarakat yang telah dihancurkan tersebut, dikarenakan peradaban mereka berdiri diatas landasan pengingkaran terhadap Allah. Akhir dari peradaban saat inipun tidak akan berbeda selama peradaban sekarang ini berdasarkan kepada pengingkaran dan berperilaku jahat di dunia.

Sejumlah peristiwa penghancuran, beberapa diantaraya yang diceritakan dalam Al Qur’an, telah dibenarkan oleh berbagai penelitian arkeologis yang dilakukan di jaman modern, Temuan-temuan ini yang secara jelas membuktikan bahwa peristiwa-peristiwa yang dikutip dalam Al Qur’an benar-benar pernah terjadi, menjelaskan perlunya untuk menjadi “peringatan terlebih dahulu” yang banyak digambarkan dalam kisah-kisah Al Qur’an. Allah berfirman di dalam Al Qur’an bahwa penting untuk “bepergian di muka bumi” dan “melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka”.

Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya diantara penduduk negeri. Maka tidaklah mereka bepergian di muka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan rasul) dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memikirkanya.

Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harrapan lagi (tentang keimanan mereka) dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan, datanglah kepada rasul itu pertolongan Kami, lalu diselamatkanlah orang-orang yang Kami kehendaki. Dan tidak dapat ditolak siksa Kami daripada orang-orang yang berdosa.

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kiab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.(QS Yusuf 109-111).

Sesungguhnya, terdapat banyak contoh dalam kisah-kisah tentang masyarakat di waktu lampau bagi orang-orang yang dikaruniai kepahaman. Kehancuran mereka yang disebabkan oleh pemberontakan mereka terhadap Allah dan penolakan terhadap perintah-perintah-Nya, kaum-kaum ini mengungkapkan kepada kita betapa lemah dan tidak berdayanya umat manusia dhadapan Allah. Di dalam halaman-halaman berikut, kita akan mempelajari contoh-contoh dalam susunan yang urut berdasarkan kronologi kejadiannya.

September 26, 2008 at 4:50 am Tinggalkan komentar

Tanda-tanda Kiamat

Di sepanjang sejarah, umat manusia telah memahami keagungan gunung-gunung dan luasnya langit, walaupun menggunakan metode-metode pengamatan yang masih primitif. Akan tetapi, mereka telah salah dalam mengira bahwa benda-benda tersebut akan ada selama-lamanya. Kepercayaan ini telah menjadi tulang punggung filsafat-filsafat politeisme dan materialisme Yunani, serta agama-agama di Sumeria dan Mesir.

Al-Qur’an memberitahukan kepada kita bahwa orang-orang yang memiliki kepercayaan yang demikian berada dalam kesalahan yang berat. Salah satu hal yang diwahyukan oleh Allah di dalam al-Qur’an adalah bahwasanya alam semesta ini telah diciptakan dan akan sampai pada titik akhirnya. Alam semesta ini akan, sebagaimana halnya umat manusia dan segala makhluk hidup lainnya, berakhir. Dunia yang teratur ini, yang berfungsi secara sempurna selama milyaran tahun, adalah karya Tuhan, Yang telah menciptakan segalanya, walaupun akan sampai juga pada titik akhir atas perintah-Nya, dan pada saat yang telah ditetapkan-Nya.

Waktu yang ditetapkan di mana alam semesta dan segala makhluk di dalamnya, mulai dari mikroorganisme hingga umat manusia, termasuk bintang-bintang dan galaksi-galaksi, akan sampai pada titik akhirnya, disebut as-Sa‘ah di dalam al-Qur’an. As-Sa‘ah ini bukannya menunjuk pada sembarang saat; namun adalah sebuah kata yang dipakai secara khusus di dalam al-Qur’an guna menunjukkan waktu tersebut tatkala dunia ini akan berakhir.

Seiring dengan pengumuman tentang akhir dunia ini, al-Qur’an mengandung gambaran terperinci mengenai proses kejadian tersebut: “Apabila langit terbelah,” “Ketika lautan dijadikan meluap,” “Tatkala gunung-gunung beterbangan,” “Apabila matahari digulung …” kengerian dan kepanikan yang dialami oleh orang-orang ketika bencana yang mengerikan itu terjadi diceritakan secara rinci di dalam al-Qur’an; ayatayat tersebut menandaskan bahwa tak ada jalan untuk meloloskan diri dan tak ada tempat untuk sembunyi. Yang dapat kita simpulkan dari hal ini adalah bahwasanya akhir dunia ini akan berupa suatu bencana sedemikian rupa yang belum pernah dialami dunia sebelumnya. Rincian mengenai kejadian tersebut juga dapat dijumpai dalam buku-buku kami lainnya yang berjudul, The Day of Resurrection (Hari Kebangkitan), Death Resurrection Hell (Kematian Kebangkitan Neraka). Buku yang Anda baca ini akan memaparkan peristiwa-peristiwa yang terjadi menjelang Hari Akhir (Kiamat).

Pertama-tama, harus dinyatakan bahwa sudah jelas dari sekian banyak ayat al-Qur’an, bahwa pokok pembahasan ten-tang akhir dunia yang tak terelakkan ini telah menarik perhatian manusia dalam setiap periode sejarah. Dalam beberapa ayat tertentu, diceritakan bahwa orang-orang telah bertanya kepada Nabi Muhammad saw. tentang kapan terjadinya akhir dunia ini:

Mereka menanyakan kepadamu tentang as-Sa‘ah: “Bilakah terjadinya?” …(Q.s. al-A‘raf: 187).

(Orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari berbangkit (as-Sa‘ah), kapankah terjadinya? (Q.s. an-Nazi‘at: 42).

Allah memerintahkan Nabi saw. untuk menjawab pertanyaan ini sebagai berikut: “… Pengetahuan tentang hal itu berada di sisi Tuhanku …” (Q.s. al-A‘raf: 187), yang artinya bahwa hanya Dia Yang tahu kapan terjadinya as-Sa‘ah itu. Dari ayat ini kita memahami bahwa pengetahuan tentang kapan tibanya as-Sa‘ah itu tersembunyi bagi manusia.

Tentu ada suatu alasan ilahiah mengapa Tuhan kita merahasiakan waktu dari as-Sa‘ah ini. Misalnya, ada baiknya bagi semua orang, entah pada abad berapapun mereka hidup, untuk “… merasa takut akan tibanya as-Sa‘ah (Hari Kiamat)” (Q.s. al-Anbiya’: 49), dan agar memikirkan dengan mendalam akan kekuasaan Allah yang agung dan tak terbatas. Sebelum hari yang sangat penuh penderitaan tersebut datang kepada mereka secara tiba-tiba, mereka hendaknya memahami bahwasanya, selain Allah, tak ada tempat untuk berlindung. Andaikata kapan terjadinya as-Sa‘ah tersebut diketahui, orang-orang yang hidup sebelum masa sekarang tidak akan merasa tergugah untuk memikirkan dengan sungguh-sungguh mengenai akhir dunia ini; mereka akan tidak peduli terhadap peristiwaperistiwa terakhir yang digambarkan di dalam al-Qur’an.

Namun, harus diterangkan bahwa ada banyak ayat yang memberitahukan tentang as-Sa‘ah itu, dan bila kita menelaahnya kita pun menemukan suatu kebenaran yang besar. Al-Qur’an tidak menunjukkan kapan terjadinya as-Sa‘ah itu, namun ia memberikan gambaran mengenai peristiwaperistiwa yang akan terjadi sebelumnya. Salah satu ayat menceritakan bahwa ada sekian banyak tanda-tanda as-Sa‘ah itu:

Maka tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan Hari Kiamat (yaitu) kedatangannya kepada mereka dengan tiba-tiba, karena sesungguhnya telah datang tanda-tandanya. Maka apakah faedahnya bagi mereka kesadaran mereka itu apabila Hari Kiamat sudah datang? (Q.s. Muhammad: 18).

Dari ayat ini kita mempelajari bahwa al-Qur’an memberikan gambaran mengenai tanda-tanda yang memberitahukan kedatangan Kiamat. Guna memahami tanda-tanda “pengumuman besar” tersebut kita harus merenungkan ayat-ayat ini. Jika tidak, sebagaimana ditunjukkan oleh ayat tadi, pemikiran kita akan tidak berguna lagi manakala Kiamat itu tibatiba terjadi pada kita.

Sebagian dari apa yang disabdakan oleh Nabi saw. yang telah sampai kepada kita menerangkan mengenai tanda-tanda as-Sa‘ah tersebut. Dalam hadis-hadis Nabi saw. ini, terdapat tanda-tanda as-Sa‘ah dan informasi rinci mengenai periode yang mendahuluinya. Periode ini, di mana tanda-tanda as-Sa‘ah itu akan terjadi, disebut “Akhir Zaman”. Perkara tentang Akhir Zaman dan tanda-tanda as-Sa‘ah ini telah menarik banyak perhatian di sepanjang sejarah Islam; ia telah menjadi pokok pembahasan dalam banyak karya para ulama dan peneliti Islam.

Bila kita kumpulkan semua informasi ini bersama-sama, kita pun sampai pada sebuah kesimpulan yang penting. Ayatayat al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi saw. menunjukkan bahwa Akhir Zaman terbagi menjadi dua tahap. Periode pertama adalah di mana cobaan-cobaan material dan spiritual akan menimpa dunia ini; periode kedua yang datang disebut sebagai Zaman Keemasan, suatu masa di mana ajaran moral al-Qur’an akan mendominasi, menghasilkan kesadaran yang mendalam mengenai kebaikan pada diri semua manusia. Manakala Zaman Keemasan ini berakhir, dan setelah dunia ini mulai memasuki sebuah periode kemunduran sosial, maka kedatangan Kiamat pun sudah pasti.

Maksud buku ini adalah untuk menelaah tanda-tanda as-Sa‘ah tersebut melalui ayat-ayat al-Qur’an dan hadis-hadis Nabi saw., dan untuk memperlihatkan bahwa tanda-tanda ini telah mulai muncul pada zaman kita. Fakta bahwa kedatangan daripada tanda-tanda ini telah diwahyukan empat belas abad yang lalu hendaknya meningkatkan keimanan seorang mukmin kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya. Halaman halaman berikut telah ditulis dengan mencamkan baik-baik janji Tuhan kita:

“Katakanlah: “Segala puji bagi Allah, Dia akan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kebesaran-Nya, maka kamu akan mengetahuinya …” (Q.s. an-Naml: 93).

Kendati demikian, ada satu hal khusus yang penting bahwa kami ingin menarik perhatian pembaca terhadap: Allah tahu hakikat segala sesuatu. Sedangkan dalam segala hal, apa yang kita ketahui tentang akhir dunia ini hanya datang dari apa yang telah diwahyukan-Nya kepada kita.

September 26, 2008 at 4:49 am Tinggalkan komentar

Adab Berdo?a

Allah Ta?ala pasti mengabulkan do?a kita, jika syarat-syaratnya terpenuhi dan tidak ada penghalangnya.

Inilah yang dimaksud dengan adab berdo?a, yaitu;
Hendaklah memilih waktu yang mulia seperti: hari Arafah, bulan Ramadhan, hari Jum?at, dan waktu sahur (penghujung malam).

Juga situasi yang baik, seperti: ketika turun hujan, saat pasukan berada di medan jihad fi sabilillah, disaat sujud, dan antara adzan dan iqamat.

Rasulullah -Shallalahu ?Alaihi Wa ?Ala Alihi Wa Sallam bersabda: ?Saat seorang hamba yang paling dekat dengan Rabb-nya adalah ketika ia bersujud. Oleh karenanya perbanyaklah berdo?a (disaat sujud).? (HR. Muslim)

Beliau-Shallalahu ?Alaihi Wa ?Ala Alihi Wa Sallam bersabda pula: ?Do?a antara adzan dan iqamat itu tidak tertolak.? (Hadits hasan Shahih, diriwayatkan At-Tirmidzi)

Hendaklah mantap dan yakin bahwa do?anya akan dikabulkan. Rasulullah -Shallalahu ?Alaihi Wa ?Ala Alihi Wa Sallam bersabda: ?Janganlah seseorang dari kalian mengatakan, ya Allah ampunilah hamba jika Engkau menghendaki! Ya Allah kasihilah hamba jika Enkau menghendaki! Tetapi, hendaklah bersungguh-sungguh dalam meminta.? (HR. Bukhari ? Muslim)

Hendaknya dalam keadaan suci, menghadap kiblat dan mengulang do?anya tiga kali

Memulai do?anya dengan pujian kepada Allah, baik dengan nama-nama-Nya ataupun sifat-sifat-Nya, juga atas karunia-Nya yang banyak. Lalu bershalawat untuk Rasulullah -Shallalahu ?Alaihi Wa ?Ala Alihi Wa Sallam sesudah itu barulah menyebutkan permintaannya. Kemudian menutupnya dengan membaca shalawat untuk Rasulullah -Shallalahu ?Alaihi Wa ?Ala Alihi Wa Sallam dan kembali memuji Allah Ta?ala.

Hendaknya mengisi perutnya dengan makanan yang halal dan tidak berdo?a untuk suatu dosa atau pemutusan hubungan silaturahim.

Hendaknya tidak menuntut segera dikabulkan, tidak pula mengatakan: ?Aku sudah berdo?a tapi mengapa belum juga dikabulkan? Sebab Rasulullah -Shallalahu ?Alaihi Wa ?Ala Alihi Wa Sallam bersabda: ?Do?a salah seorang dari kalian akan dikabulkan selagi tidak terburu-buru dengan mengucapkan: ?Aku telah berdo?a tapi mengapa belum juga dikabulkan??. (HR. Bukhari ? Muslim)

Maksud dari hadits tersebut, orang itu telah bosan berdo?a sehingga meninggalkannya dan tidak mau berdo?a lagi. Ia seperti orang yang mengungkit-ungkit do?anya. Atau seakan-akan ia berdo?a dan ia yang menentukan perihal pengkabulannya. Ia menjadi pengatur bagi Rabb Yang Maha Mulia, padahal Allah Maha Mengetahui hikmah yang ada pada semua itu.

Hadits diatas mengajarkan tentang adab berdo?a yaitu hendaknya seseorang senantiasa dan terus menerus dalam berdo?a serta tidak gampang berputus asa.

September 26, 2008 at 4:34 am Tinggalkan komentar

TUNTUNAN ZAKAT FITRAH

Hukum Zakat Fitrah
Zakat fitrah adalah adalah salah satu kewajiban yang ditetapkan Rasulullah ?Shallallahu ?Alaihi Wa ?Ala Alihi Wa Sallam ketika selesai melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan.
Berkata sahabat Abdullah bin Umar ?Radhiallahu ?Anhuma: ?Rasulullah ?Shallallahu ?Alaihi Wa ?Ala Alihi Wa Sallam mewajibkan zakat fitrah dari bulan Ramadhan atas hamba sahaya, orang merdeka, laki-laki, perempuan, anak kecil dan orang dewasa diantara kaum muslimin.? (HR. Bukhari dan Muslim).

Jenis dan Kadar Yang Dikeluarkan
Zakat fitrah adalah mengeluarkan satu shaa? (sekitar 2,5 kg) makanan pokok manusia. Berkata sahabat Abu Sa?id Al-Khudri ?Radhiallahu ?Anhu: ?Kami mengeluarkan pada hari raya iedul fitri pada masa Nabi ?Shallallahu ?Alaihi Wa ?Ala Alihi Wa Sallam satu shaa? daripada makanan. Dan makanan kami saat itu adalah gandum sya?ir, anggur kering (kismis), susu yang dikeringkan dan kurma.? (HR. Bukhari).

Selain Makanan Pokok Tidak Sah
Tidak sah mengeluarkannya dalam bentuk nilai makanan seperti: uang, pakaian, makanan pokok binatang dan barang-barang lainnya karena hal ini menyalahi perintah Nabi ?Shallallahu ?Alaihi Wa ?Ala Alihi Wa Sallam, beliau bersabda: ?Barangsiapa menciptakan hal-hal baru dalam urusan kami ini (dalam urusan agama dan syari?at) apa yang bukan (berasal) darinya, maka ia tertolak.? (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat Muslim: ?Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak atas dasar urusan kami, maka ia (amalan tersebut) tertolak.?

Yang Wajib Mengeluarkan Zakat Fitrah
Yang wajib mengeluarkan zakat fitrah adalah orang yang mempunyai kelebihan dari nafkah kebutuhannya untuk hari ied dan malamnya.
Seseorang wajib mengeluarkannya untuk dirinya sendiri dan untuk orang-orang yang berada dalam tanggungannya seperti isteri dan kerabat jika mereka tidak mampu mengeluarkannya untuk diri mereka sendiri, namun jika mereka mampu maka yang lebih afdhal adalah mereka mengeluarkannya sendiri.

Waktu Mengeluarkan dan Hikmahnya
Zakat fitrah wajib dikeluarkan sebelum shalat ied dan yang afdhal mengeluarkannya pada hari ied sebelum melaksanakan shalat ied. Diperbolehkan mengeluarkannya pada satu atau dua hari sebelum ied sebagaimana dilakukan oleh Ibnu Umar ?Radhiallahu ?Anhuma. Tidak sah apabila dikeluarkan setelah shalat ied berdasarkan hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas ?Radhiallahu ?Anhuma, bahwasanya Rasulullah ?Shallallahu ?Alaihi Wa ?Ala Alihi Wa Sallam mewajibkan zakat fitrah sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perkataan yang tidak berguna dan kotor, dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Maka barangsiapa yang mengeluarkannya sebelum shalat (ied), ia menjadi zakat yang diterima dan barangsiapa yang mengeluarkannya setelah shalat (ied), ia menjadi sedekah biasa.? (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dll dengan sanad sahih).

Yang Berhak Menerima Zakat Fitrah
Yang berhak menerima zakat fitrah adalah fakir miskin saja dan bukan delapan golongan sebagaimana zakat-zakat lainnya berdasarkan hadis diatas, ?Sebagai makanan bagi orang-orang miskin?.
Boleh diberikan beberapa zakat fitrah kepada seorang miskin dan boleh pula zakat fitrah yang diterimanya dipergunakan untuk membayarkan zakat fitrahnya sendiri dan orang-orang yang dalam tanggungannya.

Masalah
Waktu wajibnya zakat fitrah adalah terbenamnya matahai malam ied karena saat itu adalah waktu seseorang berbuka dan selesai (tuntas) mengerjakan ibadah puasa bulan Ramadhan. Oleh sebab itu:
– Apabila seseorang meninggal dunia sebelum matahari terbenam malam ied maka tidak diwajibkan atasnya zakat fitrah.
– Jika seseorang meninggal dunia setelah matahari terbenam malam ied maka wajib atasnya zakat fitrah.
– Jika bayi lahir setelah matahari terbenam malam ied maka tidak wajib atasnya zakat fitrah.
– Jika bayi lahir sebelum matahari terbenam malam ied maka wajib atasnya zakat fitrah…www.hatibening.com

Rujukan:
– ?Majalis Syahr Ramadhan? Karya Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin.
– ?Fhushul fi Ash-Shiyam wa At-Tarawih wa Az-Zakah? Karya Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin.
– ?Shifat Shoum Nabi Fi Ramadhan? Karya Salim bin Ied Al-Hilali dan Ali Hasan Ali Abdul Hamid.
– ?Zaadul Ma?aad? Karya Ibnul Qayyim.
– ?Bulughul Maraam? Karya Ibnu Hajar, dll.

September 26, 2008 at 4:29 am Tinggalkan komentar

Tata Cara Pernikahan Dalam Islam : Aqad Nikah

TATA CARA PERNIKAHAN DALAM ISLAM : AQAD NIKAH

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

2. Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat, rukun dan kewajiban yang harus dipenuhi, yaitu adanya:

1. Rasa suka sama suka dari kedua calon mempelai
2. Izin dari wali
3. Saksi-saksi (minimal dua saksi yang adil)
4. Mahar
5. Ijab Qabul

• Wali
Yang dikatakan wali adalah orang yang paling dekat dengan si wanita. Dan orang paling berhak untuk menikahkan wanita merdeka adalah ayahnya, lalu kakeknya, dan seterusnya ke atas. Boleh juga anaknya dan cucunya, kemudian saudara seayah seibu, kemudian saudara seayah, kemudian paman. [1]

Ibnu Baththal rahimahullaah berkata, “Mereka (para ulama) ikhtilaf tentang wali. Jumhur ulama di antaranya adalah Imam Malik, ats-Tsauri, al-Laits, Imam asy-Syafi’i, dan selainnya berkata, “Wali dalam pernikahan adalah ‘ashabah (dari pihak bapak), sedangkan paman dari saudara ibu, ayahnya ibu, dan saudara-saudara dari pihak ibu tidak memiliki hak wali.” [2]

Disyaratkan adanya wali bagi wanita. Islam mensyaratkan adanya wali bagi wanita sebagai penghormatan bagi wanita, memuliakan dan menjaga masa depan mereka. Walinya lebih mengetahui daripada wanita tersebut. Jadi bagi wanita, wajib ada wali yang membimbing urusannya, mengurus aqad nikahnya. Tidak boleh bagi seorang wanita menikah tanpa wali, dan apabila ini terjadi maka tidak sah pernikahannya.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ÃóíøõãóÇ ÇãúÑóÃóÉò äóßóÍóÊú ÈöÛóíúÑö ÅöÐúäö æóáöíöøåóÇ ÝóäößóÇÍõåóÇ ÈóÇØöáñ¡ ÝóäößóÇÍõåóÇ ÈóÇØöáñ¡ ÝóäößóÇÍõåóÇ ÈóÇØöáñ¡ ÝóÅöäú ÏóÎóáó ÈöåóÇ ÝóáóåóÇ ÇáúãóåúÑõ ÈöãóÇ ÇÓúÊóÍóáøó ãöäú ÝóÑúÌöåóÇ¡ ÝóÅöäö ÇÔúÊóÌóÑõæúÇ ÝóÇáÓøõáúØóÇäõ æóáöíøõ ãóäú áÇó æóáöíøó áóåõ.

“Siapa saja wanita yang menikah tanpa seizin walinya, maka nikahnya bathil (tidak sah), pernikahannya bathil, pernikahannya bathil. Jika seseorang menggaulinya, maka wanita itu berhak mendapatkan mahar dengan sebab menghalalkan kemaluannya. Jika mereka berselisih, maka sulthan (penguasa) adalah wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali.” [3]

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

áÇó äößóÇÍó ÅöáÇøó Èöæóáöíòø.

“Tidak sah nikah melainkan dengan wali.” [4]

Juga sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

áÇó äößóÇÍó ÅöáÇøó Èöæóáöíòø æóÔóÇåöÏóì ÚóÏúáò.

“Tidak sah nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil.” [5]

Tentang wali ini berlaku bagi gadis maupun janda. Artinya, apabila seorang gadis atau janda menikah tanpa wali, maka nikahnya tidak sah.

Tidak sahnya nikah tanpa wali tersebut berdasarkan hadits-hadits di atas yang shahih dan juga berdasarkan dalil dari Al-Qur’anul Karim.

Allah Ta’ala berfirman:
“Dan apabila kamu menceraikan isteri-isteri (kamu), lalu sampai masa ‘iddahnya, maka jangan kamu (para wali) halangi mereka menikah (lagi) dengan calon suaminya, apabila telah terjalin kecocokan di antara mereka dengan cara yang baik. Itulah yang dinasihatkan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman kepada Allah dan hari Akhir. Itu lebih suci bagimu dan lebih bersih. Dan Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” [Al-Baqarah : 232]

Ayat di atas memiliki asbaabun nuzul (sebab turunnya ayat), yaitu satu riwayat berikut ini. Tentang firman Allah: “Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka,” al-Hasan al-Bashri rahimahullaah berkata, Telah menceritakan kepadaku Ma’qil bin Yasar, sesungguhnya ayat ini turun berkenaan dengan dirinya. Ia berkata,

ÒóæøóÌúÊõ ÃõÎúÊðÇ áöíú ãöäú ÑóÌõáò ÝóØóáøóÞóåóÇ ÍóÊøóì ÅöÐóÇ ÇäúÞóÖóÊú ÚöÏøóÊõåóÇ ÌóÇÁó íóÎúØõÈõåóÇ¡ ÝóÞõáúÊõ áóåõ: ÒóæøóÌúÊõßó æóÝóÑóÔúÊõßó æóÃóßúÑóãúÊõßó ÝóØóáøóÞúÊóåóÇ Ëõãøó ÌöÆúÊó ÊóÎúØõÈõåóÇ¿ áÇó¡ æóÇááåö áÇó ÊóÚõæúÏõ Åöáóíúßó ÃóÈóÏðÇ! æóßóÇäó ÑóÌõáÇð áÇó ÈóÃúÓó Èöåö æóßóÇäóÊö ÇáúãóÑúÃóÉõ ÊõÑöíúÏõ Ãóäú ÊóÑúÌöÚó Åöáóíúåö. ÝóÃóäúÒóáó Çááåõ åóÐöåö ÇúáÂíóÉö ÝóÞõáúÊõ: ÇúáÂäó ÃóÝúÚóáõ íóÇ ÑóÓõæúáó Çááåö. ÞóÇáó: ÝóÒóæøóÌóåóÇ ÅöíøóÇåõ.

“Aku pernah menikahkan saudara perempuanku dengan seorang laki-laki, kemudian laki-laki itu menceraikannya. Sehingga ketika masa ‘iddahnya telah berlalu, laki-laki itu (mantan suami) datang untuk meminangnya kembali. Aku katakan kepadanya, ‘Aku telah menikahkan dan mengawinkanmu (dengannya) dan aku pun memuliakanmu, lalu engkau menceraikannya. Sekarang engkau datang untuk meminangnya?! Tidak! Demi Allah, dia tidak boleh kembali kepadamu selamanya! Sedangkan ia adalah laki-laki yang baik, dan wanita itu pun menghendaki rujuk (kembali) padanya. Maka Allah menurunkan ayat ini: ‘Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka.’ Maka aku berkata, ‘Sekarang aku akan melakukannya (mewalikan dan menikahkannya) wahai Rasulullah.’” Kemudian Ma‘qil menikahkan saudara perempuannya kepada laki-laki itu.[6]

Hadits Ma’qil bin Yasar ini adalah hadits yang shahih lagi mulia. Hadits ini merupakan sekuat-kuat hujjah dan dalil tentang disyaratkannya wali dalam akad nikah. Artinya, tidak sah nikah tanpa wali, baik gadis maupun janda. Dalam hadits ini, Ma’qil bin Yasar yang berkedudukan sebagai wali telah menghalangi pernikahan antara saudara perempuannya yang akan ruju’ dengan mantan suaminya, padahal keduanya sudah sama-sama ridha. Lalu Allah Ta’ala menurunkan ayat yang mulia ini (yaitu surat al-Baqarah ayat 232) agar para wali jangan menghalangi pernikahan mereka. Jika wali bukan syarat, bisa saja keduanya menikah, baik dihalangi atau pun tidak. Kesimpulannya, wali sebagai syarat sahnya nikah.

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullaah berkata, “Para ulama berselisih tentang disyaratkannya wali dalam pernikahan. Jumhur berpendapat demikian. Mereka berpendapat bahwa pada prinsipnya wanita tidak dapat menikahkan dirinya sendiri. Mereka berdalil dengan hadits-hadits yang telah disebutkan di atas tentang perwalian. Jika tidak, niscaya penolakannya (untuk menikahkan wanita yang berada di bawah perwaliannya) tidak ada artinya. Seandainya wanita tadi mempunyai hak menikahkan dirinya, niscaya ia tidak membutuhkan saudara laki-lakinya. Ibnu Mundzir menyebutkan bahwa tidak ada seorang Shahabat pun yang menyelisihi hal itu.” [7]

Imam asy-Syafi’i rahimahullaah berkata, “Siapa pun wanita yang menikah tanpa izin walinya, maka tidak ada nikah baginya (tidak sah). Karena Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Maka nikahnya bathil (tidak sah).’”[8]

Imam Ibnu Hazm rahimahullaah berkata, “Tidak halal bagi wanita untuk menikah, baik janda maupun gadis, melainkan dengan izin walinya: ayahnya, saudara laki-lakinya, kakeknya, pamannya, atau anak laki-laki pamannya…” [9]

Imam Ibnu Qudamah rahimahullaah berkata, “Nikah tidak sah kecuali dengan wali. Wanita tidak berhak menikahkan dirinya sendiri, tidak pula selain (wali)nya. Juga tidak boleh mewakilkan kepada selain walinya untuk menikahkannya. Jika ia melakukannya, maka nikahnya tidak sah. Menurut Abu Hanifah, wanita boleh melakukannya. Akan tetapi kita memiliki dalil bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

áÇó äößóÇÍó ÅöáÇøó Èöæóáöíòø.

“Pernikahan tidak sah, melainkan dengan adanya wali.”

• Keharusan Meminta Persetujuan Wanita Sebelum Pernikahan
Apabila pernikahan tidak sah, kecuali dengan adanya wali, maka merupakan kewajiban juga meminta persetujuan dari wanita yang berada di bawah perwaliannya. Apabila wanita tersebut seorang janda, maka diminta persetujuannya (pendapatnya). Sedangkan jika wanita tersebut seorang gadis, maka diminta juga ijinnya dan diamnya merupakan tanda ia setuju.

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

áÇó ÊõäúßóÍõ ÇúáÃóíöøãõ ÍóÊøóì ÊõÓúÊóÃúãóÑó æóáÇó ÊõäúßóÍõ ÇáúÈößúÑõ ÍóÊøóì ÊõÓúÊóÃúÐóäó. ÞóÇáõæúÇ: íóÇ ÑóÓõæúáó Çááåö¡ æóßóíúÝó ÅöÐúäõåóÇ¿ ÞóÇáó: Ãóäú ÊóÓúßõÊó.

“Seorang janda tidak boleh dinikahkan kecuali setelah diminta perintahnya. Sedangkan seorang gadis tidak boleh dinikahkan kecuali setelah diminta ijinnya.” Para Shahabat berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah ijinnya?” Beliau menjawab, “Jika ia diam saja.” [11]

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma bahwasanya ada seorang gadis yang mendatangi Rasulullah shal-lallaahu ‘alaihi wa sallam dan mengadu bahwa ayahnya telah menikahkannya, sedangkan ia tidak ridha. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyerahkan pilihan kepadanya (apakah ia ingin meneruskan pernikahannya, ataukah ia ingin membatalkannya). [12]

• Mahar
“Dan berikanlah mahar (maskawin) kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian yang penuh kerelaan.” [An-Nisaa’ : 4]

Mahar adalah sesuatu yang diberikan kepada isteri berupa harta atau selainnya dengan sebab pernikahan.

Mahar (atau diistilahkan dengan mas kawin) adalah hak seorang wanita yang harus dibayar oleh laki-laki yang akan menikahinya. Mahar merupakan milik seorang isteri dan tidak boleh seorang pun mengambilnya, baik ayah maupun yang lainnya, kecuali dengan keridhaannya.

Syari’at Islam yang mulia melarang bermahal-mahal dalam menentukan mahar, bahkan dianjurkan untuk meringankan mahar agar mempermudah proses pernikahan.

Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

Åöäøó ãöäú íõãúäö ÇáúãóÑúÃóÉö ÊóíúÓöíúÑõ ÎöØúÈóÊöåóÇ æóÊóíúÓöíúÑõ ÕóÏóÇÞöåóÇ æóÊóíúÓöíúÑõ ÑóÍöãöåóÇ.

“Di antara kebaikan wanita adalah mudah meminangnya, mudah maharnya dan mudah rahimnya.” [13]

‘Urwah berkata, “Yaitu mudah rahimnya untuk melahirkan.”

‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ÎóíúÑõ ÇáäöøßóÇÍö ÃóíúÓóÑõåõ.

‘Sebaik-baik pernikahan ialah yang paling mudah.’” [14]

Seandainya seseorang tidak memiliki sesuatu untuk membayar mahar, maka ia boleh membayar mahar dengan mengajarkan ayat Al-Qur’an yang dihafalnya. [15]

• Khutbah Nikah
Menurut Sunnah, sebelum dilangsungkan akad nikah diadakan khutbah terlebih dahulu, yang dinamakan Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat. [16] Adapun teks Khutbah Nikah adalah sebagai berikut:

Åöäøó ÇáúÍóãúÏó öááåö¡ äóÍúãóÏõåõ æóäóÓúÊóÚöíúäõåõ æóäóÓúÊóÛúÝöÑõåõ¡ æóäóÚõæúÐõ ÈöÇááåö ãöäú ÔõÑõæúÑö ÃóäúÝõÓöäóÇ æóãöäú ÓóíöøÆóÇÊö ÃóÚúãóÇáöäóÇ¡ ãóäú íóåúÏöåö Çááåõ ÝóáÇó ãõÖöáøó áóåõ¡ æóãóäú íõÖúáöáú ÝóáÇó åóÇÏöíó áóåõ¡ æóÃóÔúåóÏõ Ãóäú áÇó Åöáóåó ÅöáÇøó Çááåõ æóÍúÏóåõ áÇó ÔóÑöíúßó áóåõ¡ æóÃóÔúåóÏõ Ãóäøó ãõÍóãøóÏðÇ ÚóÈúÏõåõ æóÑóÓõæúáõåõ.

Segala puji hanya bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.
Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan Rasul-Nya.

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” [Ali ‘Imran : 102]

“Wahai manusia! Bertaqwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertaqwalah kepada Allah yang dengan Nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguh-nya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” [An-Nisaa’ : 1]

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar, nis-caya Allah akan memperbaiki amal-amalmu dan meng-ampuni dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia menang dengan kemenangan yang besar.” [Al-Ahzaab : 70-71]

Amma ba’du: [17]

[Disalin dari buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Putaka A-Taqwa Bogor – Jawa Barat, Cet Ke II Dzul Qa’dah 1427H/Desember 2006]
__________
Foote Note
[1]. Al-Mughni (IX/129-134), cet. Darul Hadits.
[2]. Fat-hul Baari (IX/187).
[3]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2083), at-Tirmidzi (no. 1102), Ibnu Majah (no. 1879), Ahmad (VI/47, 165), ad-Darimi (II/137), Ibnul Jarud (no. 700), Ibnu Hibban no. 1248-al-Mawaarid), al-Hakim (II/168) dan al-Baihaqi (VII/105) dan lainnya, dari ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha. Hadits ini dishahihkan Syaikh al-Albani dalam kitabnya Irwaa-ul Ghaliil (no. 1840), Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1524) dan Shahiih Sunan at-Tirmidzi (no. 880).
[4]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2085), at-Tirmidzi (no. 1101), Ibnu Majah (no. 1879), Ahmad (IV/394, 413), ad-Darimi (II/137), Ibnu Hibban (no. 1243 al-Mawaarid), al-Hakim (II/170, 171) dan al-Baihaqi (VII/107) dari Shahabat Abu Musa al-Asy’ari radhiyallaahu ‘anhu.
[5]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq (VI/196, no. 10473), ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabir (XVIII/142, no. 299) dan al-Baihaqi (VII/125), dari Shahabat ‘Imran bin Hushain. Hadits ini dishahihkan Syaikh al-Albani rahimahullaah dalam Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 7557). Hadits-hadits tentang syarat sahnya nikah wajib adanya wali adalah hadits-hadits yang shahih. Tentang takhrijnya dapat dilihat dalam kitab Irwaa-ul Ghaliil fii Takhriij Ahaadiits Manaris Sabil (VI/235-251, 258-261, no. 1839, 1840, 1844, 1845, 1858, 1860).
[6]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (5130), Abu Dawud (2089), at-Tirmidzi (2981), dan lainnya, dari Shahabat Ma’qil bin Yasar radhiyallaahu ‘anhu.
[7]. Fat-hul Baari (IX/187).
[8]. Al-Umm (VI/35), cet. III/Darul Wafaa’, tahqiq Dr. Rif’at ‘Abdul Muththalib, th. 1425 H.
[9]. l-Muhalla (IX/451).
[10]. Dinukil secara ringkas dari kitab al-Mughni (IX/119), cet. Darul Hadits-Kairo, th. 1425 H, tahqiq Dr. Muhammad Syarafuddin dan Dr. As-Sayyid Muhammad as-Sayyid.
[11]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5136), Muslim (no. 1419), Abu Dawud (no. 2092), at-Tirmidzi (no. 1107), Ibnu Majah (no. 1871) dan an-Nasa-i (VI/86).
[12]. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2096), Ibnu Majah (no. 1875). Lihat Shahih Ibni Majah (no. 1520) dan al-Wajiiz (hal. 280-281).
[13]. Hadits hasan: Diriwayatkan oleh Ahmad (VI/77, 91), Ibnu Hibban (no. 1256 al-Mawaarid) dan al-Hakim (II/181). Hadits ini dihasankan oleh Syaikh al-Albani rahimahullaah dalam Irwaa-ul Ghaliil (VI/350).
[14]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2117), Ibnu Hibban (no. 1262 al-Mawaarid) dan ath-Thabrani dalam Mu’jamul Ausath (I/221, no. 724), dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallaahu ‘anhu. Dishahihkan Syaikh al-Albani rahimahullaah dalam Shahiihul Jaami’ (no. 3300).
[15]. Berdasarkan hadits yang diriwauyatkan oleh al-Bukhari (no. 5087) dan Muslim (no. 1425).
[16]. Lihat kitab Khutbatul Haajah oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, cet. Maktabah al-Ma’arif, th. 1421 H, dan Syarah Khutbah Haajah oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, takhrij wa ta’liq Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali, cet. Daarul Adh-ha, th. 1409 H.
[17]. Khutbah ini dinamakan khutbatul haajah (ÎõØúÈóÉõ ÇáúÍóÇÌóÉö), yaitu khutbah pembuka yang biasa dipergunakan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk mengawali setiap majelisnya. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga mengajarkan khutbah ini kepada para Shahabatnya radhiyallaahu ‘anhum. Khutbah ini diriwayatkan dari enam Shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (I/392-393), Abu Dawud (no. 1097 dan 2118), an-Nasa-i (III/104-105), at-Tirmidzi (no. 1105), Ibnu Majah (no. 1892), al-Hakim (II/182-183), ath-Thayalisi (no. 336), Abu Ya’la (no. 5211), ad-Darimi (II/142) dan al-Baihaqi (III/214 dan VII/146), dari Sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu. Hadits ini shahih.
Hadits ini ada beberapa syawahid (penguat) dari beberapa Shahabat, yaitu:
1. Shahabat Abu Musa al-Asy’ari (Majma’uz Zawaa-id IV/288).
2. Shahabat ‘Abdullah bin ‘Abbas (Muslim no. 868, al-Baihaqi III/214).
3. Shahabat Jabir bin ‘Abdillah (Ahmad II/37, Muslim no. 867 dan al-Baihaqi III/214).
4. Shahabat Nubaith bin Syarith (al-Baihaqi III/215).
5. Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha.
Lihat Khutbatul Haajah Allatii Kaana Rasuulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam Yu’allimuhaa Ash-haabahu, karya Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullaah, cet. IV/ al-Maktab al-Islami, th. 1400 H dan cet. I/ Maktabah al-Ma’arif, th. 1421 H.

Di setiap khutbahnya, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam selalu memulai dengan memuji dan menyanjung Allah Ta’ala serta ber-tasyahhud (mengucapkan dua kalimat syahadat) sebagaimana yang diriwayatkan oleh para Shahabat:
1. Dari Asma’ binti Abu Bakar radhiyallaahu ‘anha, ia berkata: “… Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memuji Allah dan menyanjung-Nya, kemudian beliau bersabda: Amma ba’du….” (HR. Al-Bukhari, no. 86, 184 dan 922)
2. ‘Amr bin Taghlib, dengan lafazh yang sama dengan hadits Asma’. (HR. Al-Bukhari, no. 923)
3. ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha berkata: “…Tatkala selesai shalat Shubuh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menghadap kepada para Shahabat, beliau bertasyahhud (mengucapkan kalimat syahadat) kemudian bersabda: Amma ba’du…” (HR. Al-Bukhari, no. 924)
4. Abu Humaid as-Sa’idi berkata: “Bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdiri khutbah pada waktu petang sesudah shalat (‘Ashar), lalu beliau bertasyahhud dan menyanjung serta memuji Allah yang memang hanya Dia-lah yang berhak mendapatkan sanjungan dan pujian, kemudian bersabda: Amma ba’du…” (HR. Al-Bukhari no. 925).

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ßõáøõ ÎõØúÈóÉò áóíúÓó ÝöíúåóÇ ÊóÔóåøõÏñ Ýóåöíó ßóÇáúíóÏö ÇáúÌóÐúãóÇÁö.

“Setiap khutbah yang tidak dimulai dengan tasyahhud, maka khutbah itu seperti tangan yang berpenyakit lepra/kusta.” (HR. Abu Dawud no. 4841; Ahmad II/ 302, 343; Ibnu Hibban, no. 1994-al-Mawaarid; dan selainnya. Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah no. 169).

Menurut Syaikh al-Albani, yang dimaksud dengan tasyahhud di hadits ini adalah khutbatul haajah yang diajarkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam kepada para Shahabat radhiyallaahu ‘anhum, yaitu: “Innalhamdalillaah…” (Hadits Ibnu Mas’ud).

Kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaah: “Khutbah ini adalah Sunnah, dilakukan ketika mengajarkan Al-Qur-an, As-Sunnah, fiqih, menasihati orang dan semacamnya…. Sesungguhnya hadits Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu, tidak mengkhususkan untuk khutbah nikah saja, tetapi khutbah ini pada setiap ada keperluan untuk berbicara kepada hamba-hamba Allah, sebagian kepada se-bagian yang lainnya…” (Majmuu’ Fataawaa Syaikhil Islaam Ibni Taimiyyah, XVIII/286-287)

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullaah berkata, “…Sesungguhnya khutbah ini dibaca sebagai pembuka setiap khutbah, apakah khutbah nikah, atau khutbah Jum’at, atau yang lainnya (seperti ceramah, mengajar dan yang lainnya-pent.), tidak khusus untuk khutbah nikah saja, sebagaimana disangka oleh sebagian orang…” (Khutbatul Hajah (hal. 36), cet. I/ Maktabah al-Ma’arif).

Kemudian beliau melanjutkan: “Khutbatul haajah ini hukumnya sunnah bukan wajib, dan saya membawakan hal ini untuk menghidup-kan Sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang ditinggalkan oleh kaum Muslimin dan tidak dipraktekkan oleh para khatib, penceramah, guru, pengajar dan selain mereka. Mereka harus berusaha untuk menghafalnya dan mempraktekkannya ketika memulai khutbah, ceramah, makalah, atau pun mengajar. Semoga Allah merealisasikan tujuan mereka.” (Khutbatul Haajah (hal. 40) cet. I/ Maktabah al-Ma’arif, dan an-Nashiihah (hal. 81-82) cet. I/ Daar Ibnu ‘Affan/th. 1420 H.)

September 23, 2008 at 8:00 am 1 komentar

Persiapan Muslimah Menjelang Pernikahan Permasalahan dan Kiat-kiat Menghadapinya…

Sebagai seorang muslimah, kita semua tentu mengharapkan pada saatnya nanti akan bertemu dengan pendamping yang akan menjadi pemimpin dalam rumah tangga kita. Harapannya adalah, dapat membentuk sebuah keluarga yang sakinah, mawwadah warrahmah. Berikut ini adalah sebuah artikel yang bagus untuk disimak yang insya Allah bisa menjadi bekal bagi para muslimah pada khususnya, juga seluruh muslimin dan muslimat dimanapun berada pada umumnya, mengenai apa yang harus dipersiapkan menjelang pernikahan. Silahkan disimak.

1. Pendahuluan. Allah telah menciptakan segala sesuatu secara berpasang-pasangan, tetumbuhan, pepohonan, hewan, semua Allah ciptakan dalam sunnah keseimbangan & keserasian. Begitupun dengan manusia, pada diri manusia berjenis laki-laki terdapat sifat kejantanan/ketegaran dan pada manusia yang berjenis wanita terkandung sifat kelembutan/kepengasihan. Sudah menjadi sunatullah bahwa antara kedua sifat tersebut terdapat unsur tarik menarik dan kebutuhan untuk saling melengkapi.

Untuk merealisasikan terjadinya kesatuan dari dua sifat tersebut menjadi sebuah hubungan yang benar-benar manusiawi maka Islam telah datang dengan membawa ajaran pernikahan Islam menjadikan lembaga pernikahan sebagai sarana untuk memadu kasih sayang diantara dua jenis manusia. Dengan jalan pernikahan itu pula akan lahir keturunan secara terhormat. Maka adalah suatu hal yang wajar jika pernikahan dikatakan sebagai suatu peristiwa yang sangat diharapkan oleh mereka yang ingin menjaga kesucian fitrah.

Dan bahkan Rosulullah SAW dalam sebuah hadits secara tegas memberikan ultimatum kepada ummatnya: “Barang siapa telah mempunyai kemampuan menikah kemudian ia tidak menikah maka ia bukan termasuk umatku” (H.R. Thabrani dan Baihaqi).

2. Persiapan Pra Nikah bagi muslimah . Seorang muslimah sholihah yang mengetahui urgensi dan ibadah pernikahan tentu saja suatu hari nanti ingin dapat bersanding dengan seorang laki-laki sholih dalam ikatan suci pernikahan. Pernikahan menuju rumah tangga samara (sakinah, mawaddah & rahmah) tidak tercipta begitu saja, melainkan butuh persiapan-persiapan yang memadai sebelum muslimah melangkah memasuki gerbang pernikahan.

Nikah adalah salah satu ibadah sunnah yang sangat penting, suatu mitsaqan ghalizan (perjanjian yang sangat berat). Banyak konsekwensi yang harus dijalani pasangan suami-isteri dalam berumah tangga. Terutama bagi seorang muslimah, salah satu ujian dalam kehidupan diri seorang muslimah adalah bernama pernikahan. Karena salah satu syarat yang dapat menghantarkan seorang isteri masuk surga adalah mendapatkan ridho suami. Oleh sebab itu seorang muslimah harus mengetahui secara mendalam tentang berbagai hal yang berhubungan dengan persiapan-persiapan menjelang memasuki lembaga pernikahan. Hal tersebut antara lain :

A. Persiapan spiritual/moral (Kematangan visi keislaman) Dalam tiap diri muslimah, selalu terdapat keinginan, bahwa suatu hari nanti akan dipinang oleh seorang lelaki sholih, yang taat beribadah dan dapat diharapkan menjadi qowwam/pemimpin dalam mengarungi kehidupan di dunia, sebagai bekal dalam menuju akhirat. Tetapi, bila kita ingat firman Allah dalam Alqurâ’an bahwa wanita yang keji, adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita yang baik. “Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik….” (QS An-Nuur: 26).

Bila dalam diri seorang muslimah memiliki keinginan untuk mendapatkan seorang suami yang sholih, maka harus diupayakan agar dirinya menjadi sholihah terlebih dahulu. Untuk menjadikan diri seorang muslimah sholihah, maka bekalilah diri dengan ilmu-ilmu agama, hiasilah dengan akhlaq islami, tujuan nya bukan hanya semata untuk mencari jodoh, tetapi lebih kepada untuk beribadah mendapatkan ridhoNya. Dan media pernikahan adalah sebagai salah satu sarana untuk beribadah pula.

B. Persiapan konsepsional (memahami konsep tentang lembaga pernikahan)

Pernikahan sebagai ajang untuk menambah ibadah & pahala : meningkatkan pahala dari Allah, terutama dalam Shalat Dua rokaat dari orang yang telah menikah lebih baik daripada delapan puluh dua rokaatnya orang yang bujang” (HR. Tamam).

Pernikahan sebagai wadah terciptanya generasi robbani, penerus perjuangan menegakkan dienullah. Adapun dengan lahirnya anak yang sholih/sholihah maka akan menjadi penyelamat bagi kedua orang tuanya.

Pernikahan sebagai sarana tarbiyah (pendidikan) dan ladang dakwah. Dengan menikah, maka akan banyak diperoleh pelajaran-pelajaran & hal-hal yang baru. Selain itu pernikahan juga menjadi salah satu sarana dalam berdakwah, baik dakwah ke keluarga, maupun ke masyarakat.

C. Persiapan kepribadian
Penerimaan adanya seorang pemimpin. Seorang muslimah harus faham dan sadar betul bila menikah nanti akan ada seseorang yang baru kita kenal, tetapi langsung menempati posisi sebagai seorang qowwam/pemimpin kita yang senantiasa harus kita hormati & taati. Disinilah nanti salah satu ujian pernikahan itu. Sebagai muslimah yang sudah terbiasa mandiri, maka pemahaman konsep kepemimpinan yang baik sesuai dengan syariat Islam akan menjadi modal dalam berinteraksi dengan suami.

Belajar untuk mengenal (bukan untuk dikenal). Seorang laki-laki yang menjadi suami kita, sesungguhnya adalah orang asing bagi kita. Latar belakang, suku, kebiasaan semuanya sangat jauh berbeda dengan kita menjadi pemicu timbulnya perbedaan. Dan bila perbedaan tersebut tidak di atur dengan baik melalui komunikasi, keterbukaan dan kepercayaan, maka bisa jadi timbul persoalan dalam pernikahan. Untuk itu harus ada persiapan jiwa yang besar dalam menerima & berusaha mengenali suami kita.
D. Persiapan Fisik Kesiapan fisik ini ditandai dengan kesehatan yang memadai sehingga kedua belah pihak akan mampu melaksanakan fungsi diri sebagai suami ataupun isteri secara optimal. Saat sebelum menikah, ada baiknya bila memeriksakan kesehatan tubuh, terutama faktor yang mempengaruhi masalah reproduksi. Apakah organ-organ reproduksi dapat berfungsi baik, atau adakah penyakit tertentu yang diderita yang dapat berpengaruh pada kesehatan janin yang kelak dikandung. Bila ditemukan penyakit atau kelainan tertentu, segeralah berobat.

E. Persiapan Material Islam tidak menghendaki kita berfikiran materialistis, yaitu hidup yang hanya berorientasi pada materi. Akan tetapi bagi seorang suami, yang akan mengemban amanah sebagai kepala keluarga, maka diutamakan adanya kesiapan calon suami untuk menafkahi. Dan bagi fihak wanita, adanya kesiapan untuk mengelola keuangan keluarga. Insyallah bila suami berikhtiar untuk menafkahi maka Allah akan mencukupkan rizki kepadanya. Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari ni’mat Allah? (QS. 16:72) ” Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang patut (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. 24:32)”.

F. Persiapan Sosial Setelah sepasang manusia menikah berarti status sosialnya dimasyarakatpun berubah. Mereka bukan lagi gadis dan lajang tetapi telah berubah menjadi sebuah keluarga. Sehingga mereka pun harus mulai membiasakan diri untuk terlibat dalam kegiatan di kedua belah pihak keluarga maupun di masyarakat. “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu. Dan berbuat baiklah terhadap kedua orang tua, kerabat-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,”Q.S. An-Nissa: 36).

Adapun persiapan-persiapan menjelang pernikahan (A hingga F) yang tersebut di atas itu tidak dapat dengan begitu saja kita raih. Melainkan perlu waktu dan proses belajar untuk mengkajinya. Untuk itu maka saat kita kini masih memiliki banyak waktu, belum terikat oleh kesibukan rumah tangga, maka upayakan untuk menuntut ilmu sebanyak-banyaknya guna persiapan menghadapi rumah tangga kelak.

3. Pemahaman kriteria dalam memilih atau menyeleksi calon suami

– Utamakan laki-laki yang memiliki pemahaman agama yang baik

– Bagaimana ibadah wajib laki-laki yang dimaksud

– Sejauh mana konsistensi & semangatnya dalam menjalankan syariat Islam

– Bagaimana akhlaq & kepribadiannya

– Bagaimana lingkungan keluarga & teman-temannya

Catatan : Seorang laki-laki yang sholih akan membawa kehidupan seorang wanita menjadi lebih baik, baik di dunia maupun kelak di akhirat .

Sekufu

– Memudahkan proses dalam beradaptasi

– Tapi ini tidak mutlak sifatnya, karena jodoh adalah rahasia Allah

– Batasan-batasan siapa yang yang terlarang untuk menjadi suami (QS 4:23-24; QS2: 221)

4. Langkah-langkah yang ditempuh dalam kaitannya untuk memilih calon

a. Menentukan kriteria calon pendamping (suami ). Diutamakan lelaki yang baik agamanya.

b. Mengkondisikan orang tua dan keluarga , Kadang ketidaksiapan orang tua dan keluarga bila anak gadisnya menikah menjadi suatu kendala tersendiri bagi seorang muslimah untuk menuju proses pernikahan. Penyebab ketidak siapan itu kadang justru berasal dari diri muslimah itu sendiri, misalnya masih menunjukkan sikap kekanak-kanakan, belum dapat bertanggung jawab dsb. Atau kadang dapat juga pengaruh dari lingkungan, seperti belum selesai kuliah (sarjana) tetapi sudah akan menikah. Hal-hal seperti ini harus diantisipasi jauh-jauh hari sebelumnya, agar pelaksanaan menuju pernikahan menjadi lancar.

c. Mengkomunikasikan kesiapan untuk menikah dengan pihak-pihak yang dipercaya Kesiapan seorang muslimah dapat dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang dipercaya, agar dapat turut membantu langkah-langkah menuju proses selanjutnya.

d. Taâ’aruf (Berkenalan) , Proses taâ’aruf sebaiknya dilakukan dengan cara Islami. Dalam Islam proses taâ’aruf tidak sama dengan istilah pacaran. Dalam berpacaran sudah pasti tidak bisa dihindarkan kondisi dua insan berlainan jenis yang khalwat atau berduaan. Yang mana dapat membuka peluang terjadinya saling pandang atau bahkan saling sentuh, yang sudah jelas semuanya tidak diatur dalam Islam. Allah SWT berfirman “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” QS 17:32).

Rasulullah SAW bersabda : “Jangan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan seorang perempuan, melainkan si perempuan itu bersama mahramnya”. (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim).

Bila kita menginginkan pernikahan kita terbingkai dalam ajaran Islami, maka semua proses yang menyertainya, seperti mulai dari mencari pasangan haruslah diupayakan dengan cara yang ihsan & islami.

e. Bermusyawarah dengan pihak-pihak terkait , Bila setelah proses taâ’aruf terlewati, dan hendak dilanjutkan ke tahap berikutnya, maka selanjutnya dapat melangkah untuk mulai bermusyawarah dengan pihak-pihak yang terkait.

f. Istikhoroh , Daya nalar manusia dalam menilai sesuatu dapat salah, untuk itu sebagai seorang msulimah yang senantiasa bersandar pada ketentuan Allah, sudah sebaiknya bila meminta petunjuk dari Allah SWT. Bila calon tersebut baik bagi diri muslimah, agama dan penghidupannya, Allah akan mendekatkan, dan bila sebaliknya maka akan dijauhkan. Dalam hal ini, apapun kelak yang terjadi, maka sikap berprasangka baik (husnuzhon) terhadap taqdir Allah harus diutamakan.

g. Khitbah , Jika keputusan telah diambil, dan sebelum menginjak pelaksanaan nikah, maka harus didahului oleh pelaksanaan khitbah. Yaitu penawaran atau permintaan dari laki-laki kepada wali dan keluarga fihak wanita. Dalam Islam, wanita yang sudah dikhitbah oleh seorang lelaki, maka tidak boleh untuk dikhitbah oleh lelaki yang lain. Dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Janganlah kamu mengkhitbah wanita yang sudah dikhitbah saudaranya, sampai yang mengkhitbah itu meninggalkannya atau memberinya izin “(HR. Muttafaq alaihi).
5. Pentingnya mempelajari tata cara nikah sesuai dengan anjuran & syariat Islam

Sebenarnya tata cara pernikahan dalam Islam sangatlah sederhana dibandingkan tata cara pernikahan adata atau agama lain. Karena Islam sangat menginginkan kemudahan bagi pelakunya. Untuk itu memahami tata cara pernikahan yg islami menjadi salah satu kebutuhan pokok bagi calon pasangan muslim. Dengan melaksanakan secara Islami, maka sebisa mungkin untuk menghindarkan diri dari kebiasaan-kebiasaan tata cara pernikahan yang berbau syirik menyekutukan Allah). Karena hanya kepada Allah SWT sajalah kita memohon kelancaran, kemudahan, keselamatan dan kelanggengan pernikahan nanti. Untuk beberapa hal yang harus kita ketahui tentang tatacara nikah adalah masalah sbb:

a. Dewasa (baligh) & Sadar

b. Wali , “Tidak ada nikah kecuali dengan wali” (HR.Tirmidzi J.II Bukhari Muslim dalam Kitabu Nikah),

c. Mahar , “Berikanlah mahar kepada wanita-wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan” (QS: 4:4)

– Semakin ringan mahar semakin baik. Seperti sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Dawud dari Uqbah bin Amir : “Sebaik-baiknya mahar adalah paling ringan (nilainya).”

– Bila tak memiliki materi, boleh berupa jasa. Semisal jasa mengajarkan beberapa ayat al-Qur’an atau ilmu-ilmu agama lainnya. Dalam sebuah hadis Rasulullah berkata kepada seorang pemuda yang dinikahkannya : “Telah aku nikahkan engkau dengannya (wanita) dengan mahar apa yang engkau miliki dari Al-Quran” (HR. Bukhari dan Muslim)

d. Adanya dua orang saksi

e. Proses Ijab Qobul , Proses Ijab Qabul adalah proses perpindahan perwalian dari Ayah/Wali wanita kepada suaminya. Dan untuk kedepannya makan yang bertanggung jawab terhadap diri wanita itu adalah suaminya. Syarat-syarat diatas adalah ketentuan yang harus dipenuhi dalam syarat sahnya prosesi suatu pernikahan. Selain itu dianjurkan untuk mengadakan walimatul ‘ursy, dimana pasangan mempelai sebaiknya diperkenalkan kepada keluarga dan lingkungan sekitar bahwa mereka telah resmi menjadi pasangan suami isteri, sebagai antisipasi terjadinya fitnah.

6. Permasalahan seputar masalah persiapan nikah
a. Sudah siap, tetapi jodoh tidak kunjung datang Rahasia jodoh adalah hanya milik Allah, tidak ada satu orangpun yang dapat meramalkan bila jodohnya datang. Sikap husnuzhon amat diutamakan dalam fase menunggu ini. Sembari terus berikhtiar dengan cara meminta bantuan orang-orang yang terpercaya dan berdo’a memohon pertolongan Allah. Juga upayakan senantiasa memperbaiki dan meningkatkan kualitas diri. Hindari diri dari berangan-angan, isilah waktu oleh kegiatan-kegiatan positif .

b. Belum siap, tetapi sudah datang tawaran Introspeksi diri, apakah yang membuat diri belum siap ?. Cari penyebab ketidak siapan itu, tingkatkan kepercayaan diri dan fikirkan solusinya. Sangat baik bila mengkomunikasikan masalah ini dengan orang-orang yang dipercaya, sehingga diharapkan dapat membantu proses penyiapan diri. Sembari terus banyak mengkaji urgensi tentang pernikahan berikut hikmah-hikmah yang ada di dalamnya.

7. Penutup
Agama Islam sudah sedemikian dimudahkan oleh Allah SWT, tetap masih saja ada orang yang merasakan berat dalam melaksanakannya karena ketidak tahuan mereka. Allah Taâ’ala telah berfirman: “Allah menghendaki kemmudahan bagimu dan tidak menghendaki kesulitan bagimu” (Q.S. Al-Baqarah : 185)

Kita lihat, betapa Islam menghendaki kemudahan dalam proses pernikahan. Proses pemilihan jodoh, dalam peminangan, dalam urusan mahar dan juga dalam melaksanakan akad nikah. Demikianlah beberapa pandangan tentang persiapan pernikahan dan berbagai problematikanya, juga beberapa kiat untuk mengantisipasinya. Insyallah, jika ummat Islam mengikuti jalan yang telah digariskan Allah SWT kepadanya, niscaya mereka akan hidup dibawah naungan Islam yang mulia ini dengan penuh ketenangan dan kedamaian .
Wallahuâ’alamu bi showab.

Penyusun: oleh Rini Fura Kirana M.Eng
Dikirim oleh: Fuan, dari sebuah seminar yang diikutinya.

September 23, 2008 at 7:55 am 1 komentar

Newer Posts


Ayat Al-Qur’an

Hadits Pilihan

Barangsiapa memberi makan kepada orang yang berbuka puasa maka dia memperoleh pahalanya, dan pahala bagi yang (menerima makanan) berpuasa tidak dikurangi sedikitpun. (HR. Tirmidzi)

Waktu

Asmaul Husna

Asmaul Husna

RSS Muslim.or.id

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

RSS Al-Ikhwan.com

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

RSS Kisahislam.com

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

RSS Kabarislam.wordpress.com

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

Blog Stats

  • 40.173 hits
IP