Archive for Agustus, 2010

Rindu Akan Ramadhan (Perindu Ramadhan)

Apabila benar Anda rindu, Anda akan mencium bau Ramadhan dari jauh, seperti Ya’qub Alaihissalam mencium bau Yusuf Alaihissalam karena kerinduan yang menggelora pada puteranya itu.
Sekiranya Anda mencium Ramadhan dan Anda kenakan ‘pakaiannya’, nescaya hati Anda akan kembali melihat. Seperti pandangan Nabi Ya’qub, terbebas dari kebutaan kerana mencium aroma baju Nabi Yusuf.

Jika benar Anda rindu Ramadhan, Anda akan membuat persiapan menyambutnya. Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman:

“Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka. Maka Allah melemahkan keinginan mereka. Dan dikatakan kepada mereka, “Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu.” (QS. At-Taubah: 46).

Ibnul Qayyim—rahimahullah—berkata, “Berhati-hatilah terhadap dua perkara. Pertama: Kewajiban telah datang, tetapi kalian tidak siap untuk menjalankannya, sehingga kalian mendapat hukuman berupa kelemahan untuk memenuhinya dan kehinaan dengan tidak mendapatkan pahalanya….“

Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman, artinya:
“Maka jika Allah mengembalikanmu kepada suatu golongan dari mereka, kemudian mereka minta izin kepadamu untuk keluar (pergi berperang), maka katakanlah, “Kamu tidak boleh keluar bersamaku selamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku. Sesungguhnya kamu telah rela tidak pergi berperang kali yang pertama. Kerana itu, duduklah bersama orang-orang yang tidak ikut berperang.” (QS. At-Taubah: 83).

Kita haruslah berhati-hati dari mengalami nasib seperti ini, yaitu menjadi orang yang tidak berhak menjalankan perintah Allah Subhaanahu Wata’ala yang penuh berkah. seringnya kita mengikuti hawa nafsu, akan menyebabkan kita tertimpa hukuman, berupa tertutupnya hati dari hidayah.

Allah Azza Wajalla berfirman, artinya:
“Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al Qur’an) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya .” (QS. Al An’am: 110).

Itulah sebabnya pentingnya persiapan dalam menyambut kedatangan Ramadhan, sehingga kita tidak dihukum dengan tidak berdayanya kita dalam melakukan kebaikan dan kehinaan dengan tidak boleh menambah ketaatan.

Mari kita renungkan kembali ayat-ayat di atas. Allah Subhaanahu Wata’ala tidak menyukai keberangkatan mereka lalu Allah lemahkan mereka. Karena tidak ada persiapan dari mereka dan niat mereka pun tidak lurus.

Namun, apabila seseorang bersiap untuk menunaikan suatu amal, dan ia bangkit menghadap Allah dengan kerelaan hati, maka Allah tidak menolah menolak hambanya yang datang menghadap-Nya. Sehingga dahulu, generasi salafush shaleh selalu mempersiapkan diri-diri mereka dalam
menyambut Ramadhan dengan sebaik-baiknya.

Pada enam bulan sebelum Ramadhan, mereka berdoa agar sampai di bulan Ramadhan. Kemudian pada enam bulan setelah Ramadhan, mereka berdoa agar kembali bertemu Ramadhan. Sehingga sepanjang tahun, kehidupan mereka nuansanya adalah Ramadhan.

Antara Rajab, Sya’ban dan Ramadhan

Buatlah persiapan menyambut Ramadhan. Aisyah—radhiyallahu ‘anha—berkata,

لَمْ أَرَهُ صَائِمًا مِنْ شَهْرٍ قَطٌّ أَكْثَرَ مِنْ صِيَامِهِ مِنْ شَعْبِانَ، كَانَ يَصُوْمُ شَعْبَانَ كَلَّهُ

“Saya sama sekali belum pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berpuasa dalam satu bulan, sebanyak yang beliau lakukan di bulan Sya’ban. Di dalamnya, beliau berpuasa sebulan penuh.” (HR. Muslim).

Menurut riwayat lain, “Beliau berpuasa di bulan Sya’ban kecuali sedikit hari.”

Kerananya, bersiaplah dengan banyak berpuasa, agar jiwa terbiasa dengan puasa. Lakukanlah shalat malam di bulan Sya’ban. Perbanyakanlah membaca Al Qur’an. Perbanyaklah dzikir kepada Allah Subhaanahu Wata’ala sebagai pengantar memasuki Ramadhan.

Sebagian ulama mengatakan bahwa Rajab adalah bulan persemaian. Sya’ban adalah bulan pengairan. Adapun Ramadhan, ia adalah bulan memetik buah. Agar buah dapat dipetik di bulan Ramadhan, harus ada benih yang disemai, dan ia harus diairi sampai menghasilkan buah yang rimbun.

Perbarui Taubat
Persiapan lain untuk menyambut Ramadhan adalah taubat. Semoga Allah Subhaanahu Wata’ala mengaruniakan taubat nasuha kepada kita agar Ia ridha. Karena taubat wajib dilakukan seorang hamba setiap saat.

Allah Azza Wajalla berfirman, artinya:
“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nur: 31).

Agungkan Perintah dan Larangan Allah Subhaanahu Wata’ala
Kita harus memiliki rasa kuatir yang besar, jika kita tetap tidak terbebas dari api neraka meski telah melewati Ramadhan. Bagaimana nasib Bani Israil, tatkala mereka tidak menghormati perintah Allah Azza Wajalla untuk tidak mencari ikan di hari Sabtu? Allah Sunhaanahu Wata’ala mengubah mereka menjadi kera.

Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman, artinya,
“Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang dilarang mereka mengerjakannya, kami katakan kepadanya, “Jadilah kamu kera yang hina.” (QS. Al A’raf: 166).

Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman, artinya, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183).

Ini adalah perintah, kewajiban sekaligus ritual yang agung. Barangsiapa mengagungkannya, dia adalah orang bertakwa. Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman, artinya,

“Demikianlah (perintah Allah), dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al Hajj: 32).
Secara fitrah, hati manusia membenci kemaksiatan. Tetapi sebagaimana diketahui, fitrah bisa berubah-ubah. Karenanya, sebelum Ramadhan datang, kita harus berusaha mengembalikan fitrah ini ke dalam hati bila ia telah hilang, atau memperkuatnya bila telah melemah.

Dengannya, seseorang menjadi enggan bermaksiat kepada Allah, khususnya setelah merasakan kondisi keimanan di tengah ibadah puasa. Agar hati terlatih bersikap enggan terhadap maksiat sebelum Ramadhan datang.
Seseorang harus berbaur dengan nilai-nilai ruhiyah yang tinggi, agar hati mengingkari dan berhati-hati atas segala bentuk maksiat, baik lisan, penglihatan, perasaan, maupun anggota badan. Ia juga harus berbaur dengan perenungan Al Qur’an dan pemahaman zikir, mencoba merasakan kelezatan munajat dan tunduk di hadapan Allah Subhaanahu Wata’ala.

Kesiapan seseorang untuk menyambut Ramadhan ditandai dengan sikap enggan terhadap maksiat. Hal ini bisa dilakukan dengan memperbanyak puasa dan membaca Al Qur’an. Orang yang berakal tidak akan terbayang untuk melakukan maksiat ketika sibuk dengan ketaatan.

Latih Kepekaan Pancaindera
Biasakanlah pancaindera dengan ketaatan. Latih mata untuk melihat mushaf, hindarkan dari memandang yang haram. Latih telinga mendengar Al Qur’an, mendengar ilmu. Hindarkan dari mendengar nyanyian-nyanyian haram, perkataan dusta, keji, dan kotor. Biasakan lidah memperbanyak zikir, beramar ma’ruf dan nahi mungkar, berkata jujur dan menyampaikan nasihat kepada kaum Mukmin.

Manusia akan bertanggung jawab atas anggota badan dan inderanya ini pada hari kiamat.

Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman, artinya,
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al Isra’: 36).

Kerana, pancaindera harus dilatih sebagai bentuk persiapan, agar ia tunduk kepada Anda pada bulan Ramadhan. Anda pun akan mudah mengendalikannya.

Perbanyak Puasa pada Bulan Sya’ban
Dari ‘Aisyah—radhiyallahu ‘anha, berkata,
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berpuasa hingga kami mengatakan beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak pernah berbuka, dan beliau berbuka hingga kami mengatakan bahwa beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak pernah puasa. Namun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak pernah berpuasa sebulan penuh, kecuali pada bulan Ramadhan. Dan aku tidak pernah melihat satu bulan yang paling banyak beliau berpuasa kecuali pada bulan Sya’ban.” (HR. Muslim).

Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang diharamkan mendapatkan berkah Ramadhan karena Ramadhan telah di depan mata, namun kita belum melakukan persiapan.(Disarikan dari “Asraarul Muhibbiin fii Ramadhan” karya Syekh Muhammad Husain Ya’qub/Al Fikrah Edisi18, 16 Juli 2010)

Sumber : http://wahdah.or.id

Agustus 9, 2010 at 7:29 am Tinggalkan komentar

Taubat Nasuha

Ceramah Ramadhan : Taubat Nasuha

Taubat adalah kembali kepada Allah setelah melakukan maksiat. Taubat marupakan rahmat Allah yang diberikan kepada hamba-Nya agar mereka dapat kembali kepada-Nya.

Agama Islam tidak memandang manusia bagaikan malaikat tanpa kesalahan dan dosa sebagaimana Islam tidak membiarkan manusia berputus asa dari ampunan Allah, betapa pun dosa yang telah diperbuat manusia. Bahkan Nabi Muhammad telah membenarkan hal ini dalam sebuah sabdanya yang berbunyi: “Setiap anak Adam pernah berbuat kesalahan/dosa dan sebaik-baik orang yang berbuat dosa adalah mereka yang bertaubat (dari kesalahan tersebut).”

Di antara kita pernah berbuat kesalahan terhadap diri sendiri sebagaimana terhadap keluarga dan kerabat bahkan terhadap Allah. Dengan segala rahmatnya, Allah memberikan jalan kembali kepada ketaatan, ampunan dan rahmat-Nya dengan sifat-sifat-Nya yang Maha Penyayang dan Maha Penerima Taubat. Seperti diterangkan dalam surat Al Baqarah: 160 “Dan Akulah yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”

Taubat dari segala kesalahan tidaklah membuat seorang terhina di hadapan Tuhannya. Hal itu justru akan menambah kecintaan dan kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya karena sesungguhnya Allah sangat mencintai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri. Sebagaimana firmanya dalam surat Al-Baqarah: 222, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”

Taubat dalam Islam tidak mengenal perantara, bahkan pintunya selalu terbuka luas tanpa penghalang dan batas. Allah selalu menbentangkan tangan-Nya bagi hamba-hamba-Nya yang ingin kembali kepada-Nya. Seperti terungkap dalam hadis riwayat Imam Muslim dari Abu musa Al-Asy`ari: “SesungguhnyaAllah membentangkan tangan-Nya di siang hari untuk menerima taubat orang yang berbuat kesalahan pada malam hari sampai matahari terbit dari barat.”

Merugilah orang-orang yang berputus asa dari rahmat Allah dan membiarkan dirinya terus-menerus melampai batas. Padahal, pintu taubat selalu terbuka dan sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya karena sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha penyayang.

Tepatlah kiranya firman Allah dalam surat Ali Imran ayat: 133, “Bersegaralah kepada ampunan dari tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya baik di waktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampunan terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.”

Taubat yang tingkatannya paling tinggi di hadapan Allah adalah “Taubat Nasuha”, yaitu taubat yang murni. Sebagaimana dijelaskan dalam surat At-Tahrim: 66, “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam sorga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bresamanya, sedang cahaya mereka memancar di depan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan ‘Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kamidan ampunilah kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu'”.

Taubat Nasuha adalah bertaubat dari dosa yang diperbuatnya saat ini dan menyesal atas dosa-dosa yang dilakukannya di masa lalu dan brejanji untuk tidak melakukannya lagi di masa medatang. Apabila dosa atau kesalahan tersebut terhadap bani Adam (sesama manusia), maka caranya adalah dengan meminta maaf kepadanya. Rasulullah pernah ditanya oleh seorang sahabat, “Apakah penyesalan itu taubat?”, “Ya”, kata Rasulullah (H.R. Ibnu Majah). Amr bin Ala pernah mengatakan: “Taubat Nasuha adalah apabila kamu membenci perbuatan dosa sebagaimana kamu pernah mencintainya”.

Di bulan pengampunan, Ramadhan yang “Syahrul Maghfirah” ini adalah saat yang tepat untuk kita bertaubat. Bagi yang sudah bertaubat mari memperbarui taubatnya dan yang belum taubat mari bergegas kepada ampunan Allah. 10 hari kedua bulan Ramadhan merupakan masa maghfirah (ampunan) sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadis riwayat Abu Haurairah “Ramadhan, awalnya Rahmah, pertengahannya Maghfirah, dan akhirnya dibebaskan dari api neraka” (H.R. Ibnu Huzaimah).

Selamat menjalankan ibadah puasa.

(Oleh Muhajriin Abdul Qadir, Lc/Disunting oleh Muhammad Niam)

Agustus 9, 2010 at 7:22 am Tinggalkan komentar


Ayat Al-Qur’an

Hadits Pilihan

Barangsiapa memberi makan kepada orang yang berbuka puasa maka dia memperoleh pahalanya, dan pahala bagi yang (menerima makanan) berpuasa tidak dikurangi sedikitpun. (HR. Tirmidzi)

Waktu

Asmaul Husna

Asmaul Husna

RSS Muslim.or.id

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

RSS Al-Ikhwan.com

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

RSS Kisahislam.com

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

RSS Kabarislam.wordpress.com

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

Blog Stats

  • 40.173 hits
IP