Posts filed under ‘Puasa’

Puasa Arafah

Puasa Arafah adalah puasa sunnah yang dilakukan pada hari Arafah. Apakah hari Arafah didasarkan atas penetapan pemerintah Saudi Arabia, terkait dengan pelaksanaan wukuf di Arafah, ataukah berdasarkan ketetapan pemerintah setempat?

Kesunnahan puasa Arafah bukan didasarkan adanya wukuf, tetapi karena datangnya hari Arafah tanggal 9 Dzulhijjah. Maka bisa jadi hari Arafah di Indonesia berbeda dengan di Saudi Arabia. Toleransi terhadap adanya perbedaan ini didasarkan atas hadits Sahabat Kuraib berikut ini:

عَنْ مُحَمَّدٍ بْنِ اَبِي حَرْمَلَةَ عَنْ كُرَيْبٍ: اَنَّ اُمَّ الْفَضْلِ بِنْتَ الْحَارِثِ بَعَثَتْهُ اِلَى مُعَاوِيَةَ باِلشَّامِ قاَلَ كُرَيْبٌ: فَقَدِمْتُ الشَّامَ فَقَضَيْتُ حَاجَتَهَا وَاسْتُهِلَّ عَلَيَّ رَمَضَانُ وَاَنَا باِلشَّامِ فَرَاَيْتُ الْهِلاَلَ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ ثُمَّ قَدِمْتُ الْمَدِيْنَةَ فِيْ اَخِرِ الشَّهْرِ فَسَأَلَنِي عَبْدُ اللهِ بْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا ثُمَّ ذَكَرَ الْهِلاَلَ فَقَالَ: مَتىَ رَأَيْتُمُ الْهِلاَلَ؟ فَقُلْتُ: رَاَيْنَاهُ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ فَقَالَ: اَنْتَ رَاَيْتَهُ؟ فَقُلْتُ: نَعَمْ وَرَآهُ النَّاسُ وَصَامُوْا وَصَامَ مُعَاوِيَةُ فَقَالَ: لَكِنَّا رَاَيْنَاهُ لَيْلَةَ السَّبْتِ فَلاَ نَزَالُ نَصُوْمُ حَتىَّ نُكْمِلَ الثَّلاَثِيْنَ اَوْ نَرَاهُ فَقُلْتُ: اَوَ لاَ تَكْتَفِي بِرُؤْيَةِ مُعَاوِيَةَ وَ صِيَامِهِ؟ فَقَالَ: لاَ هَكَذَا اَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ

“Dari Muhammad bin Abi Harmalah dari Kuraib, bahwa Ummul Fadl binti al-Harits mengutus Kuraib menemui Mu’awiyah di Syam. Kuraib berkata: Aku tiba di Syam. Lalu aku tunaikan keperluan Ummul fadl. Dan terlihatlah hilal bulan Ramadlan olehku, sedang aku masih berada di Syam. Aku melihat hilal pada malam Jum’at. Kemudian aku tiba di Madinah di akhir bulan Ramadlan. Abdullah bin Abbas bertanya kepadaku, dan ia menyebut hilal. Ia berkata: “Kapan kamu melihat hilal?” Aku berkata: “Malam Jum’at.” Dia bertanya: “Apakah kamu sendiri melihatnya?” Aku menjawab: “Ya, dan orang-orang juga melihatnya. Mereka berpuasa, demikian juga Mu’awiyah.” Dia berkata: “Tetapi kami melihat hilal pada malam Sabtu, maka kami tetap berpuasa sehingga kami sempurnakan 30 hari atau kami melihat hilal”. Aku bertanya: “Apakah kamu tidak cukup mengikuti rukyah Mu’awiyah dan puasanya?” Lalu dia menjawab: “Tidak, demikianlah Rasulullah SAW menyuruh kami,” (HR. Muslim)

(lebih…)

November 25, 2009 at 6:34 am Tinggalkan komentar

Idul Fitri, Kebahagiaan untuk Seluruh Umat Islam dan Perbuatan Sunnah di Hari Itu


Bulan Ramadhan diakhiri dengan merayakan Hari Raya Idul Fitri. Idul Fitri merupakan hari yang penuh berkah dan manfaat bagi umat Islam yang berpuasa sebagaimana mereka telah dijanjikan akan mendapatkan pahala yang besar dari Allah SWT atas ibadah puasa mereka. Pada akhir bulan Ramadhan umat Islam mengungkapkan rasa syukurnya kepada Allah SWT yang telah memberikan mereka kekuatan sehingga mereka bisa menyelesaikan puasa dan pada saat yang bersamaan juga umat Islam bersyukur atas nikmat yang berlimpah yang diberikan selama bulan suci Ramadhan.

Semua orang bangun awal di hari Idul Fitri. Setelah selesai melaksanakan shalat Idul Fitri para keluarga saling berkunjung satu sama lain sambil saling mendoakan. Jabat tangan dan pelukan setelah pelaksanaan shalat Idul Fitri merupakan pemandangan yang sangat indah yang mencerminkan rasa cinta antar sesama umat Islam. Hari raya Idul Fitri memperkuat rasa kekeluargaan dan segala hal buruk yang telah kita lakukan pada orang lain dengan ungkapan maaf semestinya dapat membersihkan dosa-dosa kita sehingga kita bisa memulai kembali awal yang baru. Hari raya Idul Fitri merupakan hari bersuka cita, beribadah, mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT, bekerjasama, solidaritas, kekeluargaan, persatuan dan wadah spiritual.

Pada hari raya Idul Fitri kita berdoa untuk seluruh umat Islam. Kita tidak boleh lupa kepada mereka yang berkutat dengan kemisikan, kebodohan, penyakit dan ketidak beruntungan lainnya. Sedekah dalam bentuk Zakat Fitrah adalah wajib hukumnya yang dilakukan pada akhir bulan Ramadhan. Kebahagiaan sesungguhnya dari hari raya Idul Fitri adalah ketika kita berbagi kebahagiaan dengan orang lain.
(lebih…)

September 16, 2009 at 2:26 am 1 komentar

Wasiat dalam Menghadapai Bulan Ramadhan

Merupakan penyampaian dari Guru Mulia beliau Al Habib Umar bin Hafidh dalam ceramah beliau di akhir sya’ban 1426H ini, saya mengulas sebagian wasiat – wasiat Guru Mulia, bahwa seyogyanya ada 3 hal yang harus kita laksanakan di awal bulan ramadhan ini, yaitu:

1. Gembira dan senang dengan datangnya bulan Ramadhan,

sebagaimana firman Allah swt : “Katakanlah (wahai Muhammad saw) Dengan Datang-nya Anugerah Allah Dan Rahmat-Nya, Maka Dengan Itu Hendaknya Mereka Bergembira” (QS Yunus 58), dan juga Sabda Rasulullah saw : “Barangsiapa yang berpuasa ramadhan dengan menjaganya dengan segenap kemampuannya, maka diampunilah seluruh dosanya yang telah lalu” (HR Bukhari & Muslim). Dan diriwayatkan oleh Salman ra, bahwa Rasulullah saw menyampaikan ceramahnya pada kami di hari terakhir bulan sya’ban : “Wahai para manusia sekalian, telah menyelimuti kalian bulan Agung yang penuh keberkahan, bulan yang padanya suatu malam yang lebih mulia dari seribu bulan, Allah menjadikan puasa di bulan ini merupakan hal yang fardhu (wajib), dan menjadikan Qiyam (tarawih) merupakan hal yang sunnah, barangsiapa yang beribadah dengan satu macam kebaikan maka sama saja pahalanya dengan menjalankan ibadah yang fardhu, barangsiapa yang beribadah dengan hal yang fardhu maka seakan ia telah mengerjakan 70X hal fardhu tersebut, inilah (ramadhan) merupakan bulan kesabaran, dan balasan atas kesabaran adalah Surga, inilah bulan kita saling membantu satu sama lain, inilah bulan dimana Allah menumpahkan rizki Nya bagi orang mukmin” (Hadits riwayat Imam Ibn Khuzaimah dalam shahih nya).
(lebih…)

Agustus 28, 2009 at 5:44 am Tinggalkan komentar

Hukum Bersetubuh pada Siang hari Bulan Ramadhan dan Kaffarahnya

Dari Abu Hurairah, Beliau berkata : Tatkala kami duduk disisi Nabi tiba-tiba datang kepadanya seorang laki-laki, dan dia berkata “Wahai Rasulullah binasa aku”, maka Beliau bertanya “kenapa engkau ?”, orang itu menjawab “Aku telah menyetubuhi istriku, padahal aku berpuasa”, dalam sebuah riwayah “Aku menyetubuhi keluargaku di bulan Ramadhan”, maka Rasulullah bersabda “Apakah engkau mendapatkan seeorang budak yang engkau bisa membebaskannya ?”, maka orang ini menjawab “Tidak ada”, Rasulullah bersabda “Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan secara berturut-turut?”, maka orang ini menjawab “Tidak”, Rasulullan bersabda “Apakah engkau mendapatkan pemberian makan kepada 60 orang miskin ?”, maka orang ini menjawab “Tidak”. Berkata Abu Hurairah “maka Nabi terdiam”, maka tatkala kami dalam keadaan yang demikian itu tiba-tiba didatangkan kepada Nabi dengan sebuah kantong (kantong yang terbuat dari pelepah kurma seukuran masuk didalamnya 15 sha’ dari sesuatu) yang padanya terdapat kurma. Kemudia Nabi bertanya “Mana orang yang bertanya tadi ?”, maka orang ini menjawab “Aku”, maka Nabi berkata “Ambillah ini lalu bersedekahlah dengannya”, orang ini berkata “Apakah atas orang yang lebih faqir daripadaku wahai Rasulullah ?, maka demi Allah tidak ada diantara dua kampungnya sebuah keluarga yang lebih faqir daripada keluargaku”, maka Nabi tertawa sampai terlihat gigi saingnya, kemudian Beliau bersabda “Berikanlah dia kepada keluargamu”
(lebih…)

Agustus 26, 2009 at 7:26 pm Tinggalkan komentar

Keagungan Puasa Ramadhan

[1] KEDUDUKAN SHAUM RAMADHAN

“Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada dengan suatu amalan yang lebih Aku cintai daripada dengan menunaikan kewajiban yang Aku bebankan kepadanya…”

Kewajiban Bagi Kaum yang Beriman

Allah ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan kepada kalian untuk berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 183)

Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam. Inilah kedudukannya (yang mulia) di dalam agama Islam. Hukumnya adalah wajib berdasarkan ijma’/kesepakatan kaum muslimin karena Al-Kitab dan As-Sunnah menunjukkan demikian.” (Syarh Riyadhush Shalihin, 3/380)

Ketika menjelaskan ayat di atas beliau mengatakan, “Allah mengarahkan pembicaraannya (di dalam ayat ini, pen) kepada orang-orang yang beriman. Sebab puasa Ramadhan merupakan bagian dari konsekuensi keimanan. Dan dengan menjalankan puasa Ramadhan akan bertambah sempurna keimanan seseorang. Dan juga karena dengan meninggalkan puasa Ramadhan akan mengurangi keimanan. Para ulama berbeda pendapat mengenai orang yang meninggalkan puasa karena meremehkannya atau malas, apakah dia kafir atau tidak? Namun pendapat yang benar menyatakan bahwa orang ini tidak kafir. Sebab tidaklah seseorang dikafirkan karena meninggalkan salah satu rukun Islam selain dua kalimat syahadat dan shalat.” (Syarh Riyadhush Shalihin, 3/380-381)
(lebih…)

Agustus 24, 2009 at 6:00 am Tinggalkan komentar

Hanya Shalat dan Puasa di Bulan Ramadhan

Al Lajnah Ad Da’imah lil Buhuts Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi Fatwa di Saudi Arabia) pernah ditanya:
“Apabila seseorang hanya semangat melakukan puasa dan shalat di bulan Ramadhan, namun setelah Ramadhan berakhir dia meninggalkan shalat, apakah puasanya di bulan Ramadhan diterima?”

Jawab:

“Shalat merupakan salah satu rukun Islam. Shalat merupakan rukun Islam terpenting setelah dua kalimat syahadat. Dan hukum shalat adalah wajib bagi setiap individu. Barangsiapa meninggalkan shalat karena menentang kewajibannya atau meninggalkannya karena menganggap remeh dan malas-malasan, maka dia telah kafir. Adapun orang yang melakukan puasa Ramadhan dan mengerjakan shalat hanya di bulan Ramadhan saja, maka orang seperti ini berarti telah melecehkan agama Allah. (Sebagian salaf mengatakan), “Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah (rajin ibadah, pen) hanya pada bulan Ramadhan saja.”

Oleh karena itu, tidak sah puasa seseorang yang tidak melaksanakan shalat di luar bulan Ramadhan. Bahkan orang seperti ini (yang meninggalkan shalat) dinilai kafir dan telah melakukan kufur akbar, walaupun orang ini tidak menentang kewajiban shalat. Orang seperti ini tetap dianggap kafir menurut pendapat ulama yang paling kuat. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah bersabda,

الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah mengenai shalat, barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad, Abu Daud, At Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah dengan sanad yang shahih dari Buraidah Al Aslamiy)

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ

“Inti (pokok) segala perkara adalah Islam, tiangnya (penopangnya) adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad di jalan Allah.” (HR. Tirmidzi dengan sanad shahih dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu)

بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الْكُفْرِ وَ الشِّرْكِ تَرْكُ الصَّلاَةِ

“Pembatas antara seorang muslim dengan kekafiran dan kesyirikan adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim dari Jabir bin ‘Abdillah Al Anshoriy)

Dan banyak hadits yang semakna dengan hadits-hadits di atas.

Wa billahit taufiq, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa alihi wa shohbihi wa sallam.

Al Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’
Ditandatangani oleh ‘Abdullah bin Mani’ dan ‘Abdullah bin Ghodyan selaku anggota, ‘Abdur Rozaq ‘Afifi selaku Wakil Ketua dan ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz selaku Ketua.

[Sumber: Fatawa Al Lajnah Ad Da-imah Lil Buhuts Ilmiyyah wal Ifta’, pertanyaan ke-3, Fatawa no. 102, 10/139-141]

***

Setelah kita menyimak tulisan di atas, sudah selayaknya seorang muslim menjaga amalan shalat agar amalan lainnnya pun menjadi teranggap dan bernilai di sisi Allah. Kadar Islam seseorang akan dinilai dari penjagaan dirinya terhadap shalat. Imam Ahmad –rahimahullah- mengatakan, “Setiap orang yang meremehkan perkara shalat, berarti telah meremehkan agama. Seseorang memiliki bagian dalam Islam sebanding dengan penjagaannya terhadap shalat lima waktu. Seseorang yang dikatakan semangat dalam Islam adalah orang yang betul-betul memperhatikan shalat lima waktu. Kenalilah dirimu, wahai hamba Allah. Waspadalah! Janganlah engkau menemui Allah, sedangkan engkau tidak memiliki bagian dalam Islam. Kadar Islam dalam hatimu, sesuai dengan kadar shalat dalam hatimu.” (Lihat Ash Sholah, hal. 12)

Oleh karena itu, sudah saatnya seorang hamba yang sering melalaikan shalat untuk bertaubat sebenar-benarnya dengan ikhlas karena Allah, menyesali dosa yang telah dia lakukan, kembali rutin mengerjakan shalat dan bertekad untuk tidak meninggalkannya lagi. Semoga Allah memudahkan kita dalam melakukan ketaatan kepada-Nya dan menerima setiap taubat kita. Amin Yaa Mujibas Sa’ilin. [Muhammad Abduh Tuasikal]

***

Penerjemah: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel http://www.muslim.or.id

Agustus 24, 2009 at 5:48 am Tinggalkan komentar

Renungan Akhir Ramadhan

Oleh: Abdullah Saleh Hadrami

Allah ?subahanahu wa ta?ala memuji orang-orang yang melakukan ketaatan kepadaNya dalam firmanNya: ?Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (azab) Tuhan mereka, Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Tuhan mereka, Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apapun), Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.? (QS. Al-Mukminuun: 57-61). (lebih…)

Oktober 3, 2008 at 4:25 am Tinggalkan komentar

KISAH PEMUDA BERIBU-BAPAKAN BABI

Nabi Musa adalah satu-satunya Nabi yang boleh bercakap terus dengan Allah S.W.T Setiap kali dia hendak bermunajat, Nabi Musa akan naik ke Bukit Tursina. Di atas bukit itulah dia akan bercakap dengan Allah.Nabi Musa sering bertanya dan Allah akan menjawab pada waktu itu juga. Inilah kelebihannya yang tidak ada pada nabi-nabi lain. Suatu hari Nabi Musa telah bertanya kepada Allah. “Ya Allah, siapakah orang di syurga nanti yang akan berjiran dengan aku?”. Allah pun menjawab dengan mengatakan nama orang itu, kampung serta tempat tinggalnya. Setelah mendapat jawapan, Nabi Musa turun dari Bukit Tursina dan terus berjalan mengikut tempat yang diberitahu. Setelah beberapa hari di dalam perjalanan akhirnya sampai juga Nabi Musa ke tempat berkenaan. Dengan pertolongan beberapa orang penduduk di situ, beliau berjaya bertemu dengan orang tersebut. Setelah memberi salam beliau dipersilakan masuk dan duduk di ruang tamu. Tuan rumah itu tidak melayan Nabi Musa. Dia masuk ke dalam bilik dan melakukan sesuatu di dalam. Sebentar kemudian dia keluar sambil membawa seekor babi betina yang besar. Babi itu didukungnya dengan cermat. Nabi Musa terkejut melihatnya. “Apa hal ini?, kata Nabi Musa berbisik dalam hatinya penuh keheranan. Bai itu dibersihkan dan dimandikan dengan baik. Setelah itu babi itu dilap sampai kering serta dipeluk cium kemudian dihantar semula ke dalam bilik. Tidak lama kemudian dia keluar sekali lagi dengan membawa pula seekor babi jantan yang lebih besar. Babi itu juga dimandikan dan dibersihkan. Kemudian dilap hingga kering dan dipeluk serta cium dengan penuh kasih sayang. Babi itu kemudiannya dihantar semula ke bilik. Selesai kerjanya barulah dia melayan Nabi Musa. “Wahai saudara! Apa agama kamu?”. “Aku agama Tauhid”, jawab pemuda itu iaitu agama Islam. “Habis, mengapa kamu membela babi? Kita tidak boleh berbuat begitu.” Kata Nabi Musa. “Wahai tuan hamba”, kata pemuda itu. “Sebenarnya kedua babi itu adalah ibubapa kandungku. Oleh kerana mereka telah melakukan dosa yang besar, Allah telah menukarkan rupa mereka menjadi babi yang hodohrupanya. Soal dosa mereka dengan Allah itu soal lain. Itu urusannya dengan Allah. Aku sebagai anaknya tetap melaksanakan kewajipanku sebagai anak. Hari-hari aku berbakti kepada kedua ibubapaku sepertimana yang tuan hamba lihat tadi. Walaupun rupa mereka sudah menajdi babi, aku tetap melaksanakan tugasku.”, sambungnya. “Setiap hari aku berdoa kepada Allah agar mereka diampunkan. Aku bermohon supaya Allah menukarkan wajah mereka menjadi manusia yang sebenar, tetapi Allah masih belum memakbulkan lagi.”, tambah pemuda itu lagi. Maka ketika itu juga Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Musa a.s. ‘Wahai Musa, inilah orang yang akan berjiran dengan kamu di Syurga nanti, hasil baktinya yang sangat tinggi kepasa kedua ibubapanya. Ibubapanya yang sudah buruk dengan rupa babi pun dia berbakti juga. Oleh itu Kami naikkan maqamnya sebagai anak soleh disisi Kami.” Allah juga berfirman lagi yang bermaksud : “Oleh kerana dia telah berada di maqam anak yang soleh disisi Kami, maka Kami angkat doanya. Tempat kedua ibubapanya yang Kami sediakan di dalam neraka telah Kami pindahkan ke dalam syurga.” Itulah berkat anak yang soleh. Doa anak yang soleh dapat menebus dosa ibubapa yang akan masuk ke dalam neraka pindah ke syurga. Ini juga hendaklah dengan syarat dia berbakti kepada ibubapanya. Walaupun hingga ke peringkat rupa ayah dan ibunya seperti babi. Mudah-mudahan ibubapa kita mendapat tempat yang baik di akhirat kelak. Walau bagaimana buruk sekali pun perangai kedua ibubapa kita itu bukan urusan kita, urusan kita ialah menjaga mereka dengan penuh kasih sayang sebagaimana mereka menjaga kita sewaktu kecil hingga dewasa. Walau banyak mana sekali pun dosa yang mereka lakukan, itu juga bukan urusan kita, urusan kita ialah meminta ampun kepada Allah S.W.T supaya kedua ibubapa kita diampuni Allah S.W.T. Doa anak yang soleh akan membantu kedua ibubapanya mendapat tempat yang baik di akhirat, inilah yang dinanti-nantikan oleh para ibubapa di alam kubur. Erti sayang seorang anak kepada ibu dan bapanya bukan melalui hantaran wang ringgit, tetapi sayang seorang anak pada kedua ibubapanya ialah dengan doanya supaya kedua ibubapanya mendapat tempat yang terbaik di sisi Allah. Untuk mengetahui lebih mendalam kisah alam akhirat sila dapatkan buku terbitan syarikat Nurulhas yang berjudul: BILA IZRAIL A.S. DATANG MEMANGGIL

Oktober 3, 2008 at 1:39 am Tinggalkan komentar

Kepompong Ramadhan

Oleh : KH. Abdullah Gymnastiar

Pernahkah sahabat melihat seekor ulat bulu? Bagi kebanyakan orang binatang melata ini tampak menjijikan, bahkan menakutkan. Namun, masa hidup ulat ternyata tidak lama karena ia akan masuk ke dalam kepompong, lalu beberapa hari setelah itu ia pun keluar dan menjelma menjadi seekor kupu-kupu yang indah. Siapa yang tidak menyukai bentuk dan penampilan kupu-kupu dengan sayapnya yang beraneka hiasan alami? Sebagian orang bahkan mencari dan mengoleksinya baik sebagai hoby ataupun untuk keperluan ilmu pengetahuan.

Semua ini menandakan, betapa teramat mudahnya bagi Allah mengubah segala sesuatu. Dari sesuatu yang menjijikan, buruk dan tidak disukai menjadi sesuatu yang indah dan membuat orang senang memandangnya, melalui suatu proses perubahan (dalam hal kupu-kupu tersebut berupa proses metamorfosa) yang sudah diatur dan ditentukan ukurannya oleh Allah. Baik dalam bentuk aturan atau hukum alam (sunatullah) ataupun berdasarkan hukukm yang telah disyariatkan kepada manusia (Al Quran dan Al Hadist).

Demikian pula bila kita masuk ke dalam “kepompong” Ramadhan. Jikalau segala aktivitas kita cocok dengan ketentuan-ketentuan “metamorfosa” dari Allah, niscaya akan mendapatkan hasil yang mencengangkan, yakni menjadi manusia yang berderajat muttaqin, yang memiliki akhlak yang indah dan mempesona.

Inti dari ibadah Ramadhan ternyata adalah melatih diri agar menguasai hawa nafsu. Allah berfirman,”Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungghnya surgalah tempat tinggalnya.”[Q.S. An Naziat ( 79) : 40 – 41]. Jelaslah, salah satu kunci surga adalah kesanggupan menahan diri dari hawa nafsu yang tidak diridhai Allah.

Memang, selama ini kita mengalami kesulitan dalam mengendalikan hawa nafsu karena ada “pelatih” lain yang ikut membina hawa nafsu ke arah yang tidak disukai Allah. Dialah syetan yang sangat aktif mengarahkan hawa nafsu kita karena memang hanya itulah tugasnya. Apalagi syetan memiliki dimensi yang sama dengan hawa nafsu, keduanya sama-sama tidak terlihat.

“Sesungguhnya syetan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuhmu karena sesungguhnya syetan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” Demikian firman Allah [QS. Faathir (35) :6].

Akan tetapi, kita bersyukur karena pada bulan ini Allah mengikat erat syetan terkutuk, sehingga kita diberi kesempatan sepenuhnya untuk bisa berlatih dan mengendalikanv hawa nafsu. Karenanya, kesempatan ini tidak boleh kita sia-siakan. Segala aspek hawa nafsu harus kita kendalikn dengan sekuat-kuatnya agar ketika nanti syetan dilepas kembali, hawa nafsu itu telah tunduk kepada kita. Dengan demikian, hidup kita pun hanya sepenuhnya dijalani dengan hawa nafsu yang diridhai-Nya. Inilah pangkal kebahagiaan dunia.

Bila sudah demikian, maka shaum pun hendaknya kita tingkatkan. Tidak hanyamenahan hawa nafsu perut dan seksual saja, tetapi juga semua anggota badan kita lainnya.

Mata harus kita latih agar shaum dari segala sesuatu yang diharamkan. Karena, hawa nafsu mata selalu ingin melihat yang indah-indah, termasuk yang diharamkan Allah. Selama Ramadhan kita didik mata ini agar dapat berpaling dari segala hal yang dilarang agama. Sebaliknya, kita latih agar selalu senang membaca Al Qur’an, mengkaji buku-buku agama, serta memandang hal-hal yang dapat mengingatkan kita akan kebesaran Allah.

Telinga mesti kita jaga agar sanggup shaum dari pendengaran yang sia-sia, musik-musik maksiat, obrolan sia-sia, atau mendengar aib-aib orang lain. Karena, setiap kali kita mendengarkan sesuatu, pastilah menghabiskan waktu, sedangkan waktu adalah modal utama hidup kita. Apalagi waktu pada bulan Ramadhan amatlah terbatas. Belum tentu kita masih hidup pada Ramadhan tahun beriktunya.

Jadi, pendengaran ini hanya akan kita pergunakan untuk mendengarkan sesuatu yang akan menjadi bekal kepulagnan kita ke akhirat kelak. Kita didik agar telinga kita selalu merasa senang dan nikmat mendengarkan ayat-ayat Allah ataupun tausyiah-tasyiah yang mengajak ke jalan-Nya. Kalaupun kita menyukai lagu-lagu, maka yang kita nikmati adalah lagu-lagu (nasyid) yang Islami, yang menyentuh relung-relung imani kita.

September 26, 2008 at 6:24 am Tinggalkan komentar

Puasa Menghancurkan Kesombongan

Puasa yang dilakukan dengan benar sesuai tuntunan Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam mampu menghancurkan nafsu-nafsu jahat dan meruntuhkan kesombongan sehingga menjadi tunduk kepada kebenaran dan rendah hati kepada sesama, karena banyak makan, minum dan berhubungan suami isteri membawa kepada sifat sombong, congkak, mau menang sendiri dan merasa tinggi atas orang lain dan tidak mau menerima kebenaran. Ketika seseorang bernafsu untuk makan, minum dan berhubungan suami isteri maka dia akan berusaha untuk memenuhinya, dan apabila telah mampu mendapatkannya dan memenuhinya maka akan timbul perasaan bangga yang tercela yaitu yang berdampak kepada kecongkaan dan kesombongan yang semua itu menjadi penyebab kebinasaannya. Jadi, diantara hikmah puasa adalah menghancurkan kesombongan sehingga seseorang menjadi tawadhu’ dan rendah hati. Allah dan juga manusia membenci orang-orang yang sombong dan mencintai orang-orang yang tawadhu’ dan rendah hati.[www.hatibening.com]

September 26, 2008 at 5:01 am Tinggalkan komentar


Ayat Al-Qur’an

Hadits Pilihan

Barangsiapa memberi makan kepada orang yang berbuka puasa maka dia memperoleh pahalanya, dan pahala bagi yang (menerima makanan) berpuasa tidak dikurangi sedikitpun. (HR. Tirmidzi)

Waktu

Asmaul Husna

Asmaul Husna

RSS Muslim.or.id

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

RSS Al-Ikhwan.com

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

RSS Kisahislam.com

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

RSS Kabarislam.wordpress.com

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

Blog Stats

  • 40.173 hits
IP